Mungkinkah Friendster Bertahan di Asia?

Mungkinkah Friendster Bertahan di Asia?

Friendster boleh dibilang salah satu kekecewaan berat di era web2.0 yang hampir terlupakan oleh banyak orang, termasuk saya pribadi (berhubung belum semua pindah ke Facebook). Meskipun Friendster adalah pemain pertama, bukan suatu jaminan untuk tetap jaya di pasar social networking. Lalu apakah masih ada peluang untuk bertahan?

Social Networking sendiri udah menjadi permainan umum, tetapi juga merupakan permainan niche seperti penggemar golf atau mobil. Hal ini merupakan tantangan bagi pemain lama untuk tetap berinovasi dengan menyuguhkan hal-hal baru. Facebook dengan program aplikasinya telah sukses membuka diri sekaligus mengajak para developer (baca:fans) untuk berperan serta membangun Facebook, sekaligus meraih keuntungan.

Gebrakan ini tentunya merupakan pukulan berat bagi Friendster yang kian tertinggal dengan inovasi, bahkan blog engine saja masih numpang dan belum terintegrasi dengan mulus sampai sekarang. Namun dibalik dengunan suara bising, Friendster masih merajai pasar Asia yang konon mempunyai karakter pengguna yang kadang berbeda dengan pengguna di negeri Paman Sam. Dengan jumlah pengguna yang termasuk besar (75 juta) di Asia, peluang monetisasi sudah seharusnya cukup bagi Friendster untuk memenuhi biaya operasional sekaligus tetap eksis di dunia social networking. Apakah suntikan $20 juta terakhir cukup?

Tren akuisisi yang tampaknya hanya merajai dunia IT di negara barat membuat Friendster jadi tidak terlalu menarik dibanding layanan lain seperti Facebook yang semakin memanas. Untuk urusan internet memang Asia termasuk tertinggal, namun dengan jumlah penetrasi pengguna terakhir yang semakin pesan di waktu dekat, keberadaan Friendster bukanlah suatu yang buruk, bahkan bisa menjadi pemain berat yang patut diperhitungkan.

Saya yakin selama Friendster tetap berinovasi, menjadi lebih terbuka, peka menanggapi kemauan pengguna (termasuk urusan penampilan), dan fleksibel dengan bisnis model untuk berbagai negara, peluang Friendster untuk tetap eksis masih terbuka lebar.

Apa pendapatmu? Friendster butuh apa lagi untuk tetap bersaing?

PS: Untuk yang ingin gabungan dengan saya di Facebook, silahkan :).

15 thoughts on “Mungkinkah Friendster Bertahan di Asia?

  1. setuju sama @kappachan di http://plurk.com/p/56g01 dari sisi design.. akan tetapi, itu juga salah satu faktor yang membuat FS ramai. Mungkin ini salah satu kunci dari UCG yaitu biarkan user mengatur prreferensinya sendiri, meskipun mata ampe berair ngeliat warna ijo + kuning + ungu + animasi gerak2 bling2 disana. Setidaknya they feel good about that, they feel good about themselves, and that’s what makes FS survived… at least until now.

  2. anw, saya pikir FS masih punya fighting chance karena basis user udah banyak.. meskipun nggak aktif. Langkah FS untuk meng-add Facebook as friend sudah tepat, karena banyak pengguna Facebook yang punya account FS juga. Cuma langkah strategis FS benar2 harus fresh dan innovative. Kalau dulu mereka cukup kreatif untuk membuat Frienster, saya pikir mereka bisa mengembangkan taktik yang tidak kalah kreatif. * ini komen apa post ya?? *

  3. @Herman Saksono…

    Wah postingan saya pertama diatas cocok sekali buat anda… it’s cliche…

    Baik atau buruk itu relative… coba flash back lagi waktu pertama kali Friendster muncul dan booming disini… ketika itu saya sudah mendelete account fs saya, dan terpaksa harus membuat lagi karena hampir setiap hari orang menanyakan kenapa saya mendelete account saya…

    Contoh lainnya? Detik, banyak orang menjadikan detik sebagai home di browsernya, saya? dalam 1 minggu belum tentu saya membukannya, kalaupun saya membukannya saya hanya ingin melihat client apa yang sedang beriklan disana karena menyangkut pekerjaan saya, bukan karena beritanya… tetapi bagi saya detik tidaklah jelek… Begitu juga dengan Cerpenista… 🙂

    Facebook? Plurk? they are good, tetapi tetap tidak juga membuat saya kecanduan… so it’s relative for each individual…

  4. @Rama – Mau nge-post di komentar boleh2 aja 🙂 Kita memang bertujuan terbuka untuk diskusi koq. Kebebasan untuk ‘berkarya’ ala friendster atau myspace memang jadi dilema bagi tiap developer. Satu sisi itu merupakan fitur bagus, tapi juga menurunkan kualitas komunitas terutama di mata2 yang peka. (I am IN!) 🙂

    @Herman – Menyebalkan sampai gimana toh? ada alasan? Mungkin bisa jadi acuan buat pendatang baru…

    @Andy – Betul, Pria punya selera 🙂 Omong2 ..rate iklan di Friendster sekarang berapa nih?

  5. Anu…emmm apa ya ? Walau selama 2 taun sy nggak aktif di friendster, tapi saya tadinya tdk berusaha mencari situs alternatif sejenis yg lain. Kalo memang Facebook lebih bagus, apa salahnya dicoba ?

  6. @Ivan beuh, saya juga malesnya setengah mati ngeliat profile para adik2 kita di FS itu.. tapi saya rasa memang itu salah satu daya tarik. Lagipula kalo dilihat2, di FS itu kebanyakan advertisers dari Asia.. dari Indonesia ada Esia, Indosat, dll.

    Sayang, pengembangan FS gagal total.. mulai dari classified, blog kayaknya gak cukup kuat untuk mengangkat FS kembali.

    Kalo bisa berfantasi, saya pengen FS ada fitur level pengguna. Macam di forum2 gitu… agak mirip dengan karma-nya plurk, tapi gak berupa angka.. :p andai – andai aja..

  7. @Rama – Lalu level pengguna / karma dibuat apa? apa merupakan kontrol agar user2 yang rajin baru bisa gonta ganti CSS nya?

  8. @Ivan Nggak juga.. itu dibuat sebagai pemacu aja. Semakin tinggi levelnya, semakin banyak hal – hal baru yang bisa diakses, bisa dipamerkan :p

  9. @rama

    Jadi intinya nanti untuk pamer? This is why I’m not a fan of plurk. Member diiming-imingi ekspansi feature melalui karma tapi dihajar juga dengan karma drop kalau kebanyakan posting sehari.

    Friendster is done. Gue mau delete friendster gue tapi tetep kepikiran what if dan what about. What if ada temen lama yang kirim msg lewat FS, what about temen2 lama yang taunya friendster dan males buka facebook?

    Tapi belakangan ini kok FS gue secara otomatis nambah temen sendiri? Jadi nyebelin.

Comments are closed.

Comments are closed.