Harus baca Kompasiana ya?
Unspun menulis bahwa Kompasiana adalah jawaban Kompas atas New Media. I would say, Kompasiana adalah pencurian start untuk menampakkan sisi manusiawi Kompas. Orang-orang enggan berinteraksi atau sekedar mendekat jika tidak kenal. Tak kenal maka tak sayang, Kompasiana pun berusaha mengenalkan (“jerohan”) Kompas kepada khalayak ramai.
Kompasiana adalah usaha membangun trust. Trust yang tidak sekedar percaya pada merek kompas tapi lebih intimate, lebih dekat dan “mengikat”. Kompasiana ini mengalamati sisi lain Kompas yang masih “terbuka”. Sisi lain dari mengejar kualitas dan keakuratan berita. Kompasiana menfasilitasi interaksi langsung setiap saat, tanpa penghalang, dengan orang-orang di belakang Kompas. Kini semua orang-orang akan punya kesempatan menjadi lebih tahu siapa yang menulis berita yang mereka baca. Sekarang mereka punya satu kriteria tambahan untuk mengukur kredibilitas koran yang dibaca. Jika sudah percaya dan mengakui expertise serta pengalaman penulis di Kompasiana, berarti kepercayaan terhadap berita di Korannya pun tidak akan jadi banyak pertanyaan.
Jadi apakah saya harus baca?
Jika ini adalah usaha Kompas dalam menggalang trust di seputar brand-nya apakah jika kita membaca berarti kita telah masuk “perangkap”? Usaha marketing tak selalu sekedar buang-buang duit tanpa memberikan manfaat. Tulisan-tulisan dalam Kompasiana rasanya sama dengan Kompas. Jadi seperti membaca koran tapi kita bisa langsung corat-coret alias memberi komentar. Tentu saja expertise yang dari koran juga ikut bertransisi ke blog. Jika Anda menikmati membaca Kompas, membaca Kompasiana tak akan membuang waktu Anda. Tentu saja, minus iklan satu halaman, dan topik olahraga atau gosip. Memang bukan portal, dan tidak semua hal harus dijawab dengan portal.
Bonus:
This one is interesting. Dahulu, back to 2005, Kompas sempat tidak akur dengan dunia online (hint: tendangan milis kompas). Sepertinya semua orang memang sedang belajar saat itu. Kini, langkah Kompas meluncurkan Kompasiana sepertinya menjadi tanda bahwa Kompas kini telah meng-embrace New Media. Menjadi lebih bijaksana dan berbesar hati untuk mau membuka diri.
Jangan salah, membuka diri itu susah. Apalagi bagi yang tidak nyaman dengan kritik. Apalagi kritik yang pedas tanpa basa-basi. Apalagi, untuk level korporat. Lebih kompleks lagi isunya.
So, akan jadi seperti apa Kompasiana ini tahun depan? Sekarat, makin solid atau jadi sub portal? Bagaimana menurut Anda? Harus dibawa kemana Kompasiana ini?
13 thoughts on “Harus baca Kompasiana ya?”
Wah saya baru kemarin merasakan pengalaman bahwa kompas ternyata masih belum sepenuhnya mengerti arti new wave marketing, yang lucunya itu adalah di topik new wave marketingnya Hermawan, tentunya saya memaklumi paling orang adminnya yang “error”… (lihat di topik soal facebook)
Intinya adalah saya komentar disana, dan komentar saya di cut, yang lucunya nge-cutnya gantung abis, jadi komentar saya itu seperti komentar sampah… Padahal saya mencoba sharing topik yang sama untuk mengsupport topik tersebut… so seperti topik sebelumnya di Navinot mengenai user experience, saya tidak akan pernah lagi komentar di Kompas, buat apa? lah wong di sensor dan yang nyensor itu ga ngerti…
Tapi pada saat yang sama juga saya mendapatkan manfaat dari blogging ketika tulisan kita bermanfaat.. apakah itu?… saya diberitahu oleh orang advertiser agency dari group yang terbesar saat ini, katanya “Wah si Andy sudah menulis tentang facebook dan lebih details dari bulan july lalu, dan si HK baru menulis di Kompas kemarin…” Saya berterima kasih dan menganggap itu sebuah pujian, kita semua tahu bahwa HK adalah orang hebat dan saya juga salah satu fansnya.
Saya tidak tahu tentang kompasiana, tapi untuk apa saya mencoba mengerti sekarang?… lagi2 user experience… 🙂
Betul Andy, dunia blog lebih baik tidak usah disensor, asal tidak keterlaluan. Pembaca sudah mulai pintar membedakan apa yg dibaca.
Andy, kamu harus sering seminar, biar beken 🙂 mungkin bisa jadi profesi cadangan?
EVOLVE OR DIE!
*piss*
Didalam komunitas online, suatu corporation lagi berusaha mengambil perhatiannya didalam social networking, contohnya yang diterangkan diatas tentang kompasiana.com. Kalau melihat kompasiana.com itu bisa menyebabkan distract pada kompas.com dan timbul pertanyaan, “Mengapa kompas online membuat dualisme atau limanisme dalam menyebarkan image brand tersebut didalam dunia maya ini atau disebut dengan “junk” brand?”
Adanya kompasiana.com menjadikan hilangnya bottleneck informasi yang sudah dibangun sebelumnya dengan kompas.com. Idenya mungkin bangus tetapi pengemasannya yang kurang cermat. Banyak hal yang bisa dikeluarkan oleh kompas selain melahirkan “nama-nama brand yang baru”, misalnya membuat widget, RIAs, etc. Sepertinya “Design template” pada kompasiana.com menggunakan wordpress “Revolution” (web 2.5).
Melihat dari kasus yang dilontarkan oleh @Andi Orangemood, terlihat bahwa kompasiana.com ingin mencoba konsep online ini mengarah kepada “siapapun bisa menjadi wartawan (speak yours news!)”, tetapi melihat kejadian yang dialami oleh @Andi sepertinya kompasiana masih meraba-raba dalam “menyempurnakan” konsep online tersebut, seperti “menyaring” berita/komentar yang masuk oleh moderator, profile dan lainnya.
Pssst: Kompasiana.com menggunakan template dari WordPress “Revolution”. 🙂
@gia joise
Sepertinya memang KOmpasian dan Kompas.comharus dilebur ya. Tapi rasanya saya phama kenapa tidak dilebur, walau beekesan brand junk. Karena policy penulisannya beda. JIka kita lihat definisi “About” kompasiana, disana jurnalis bahkan bisa menulis hal yang dia tak setujui dari Kompas.com atau versi cetak. Jika dilebur mungkin akan jadi susah dipisahkan mana yang suara Kompas secara korporat dan mana yang didasarkan perspetik pribadi jurnalis.
Hehehe,kepentingan Kmpas sendiri sih menurutku. Kalau dimana pembaca yang mungkin benar: jadi brand junk.
Ato Kompasiana ini mau dipakai membentuk komunitas online yang tidak terjadi di Kompas.com?
@Toni
Yes Toni, mungkin kepentingan dari company policy juga, tetapi mengapa Kompas tidak melihat kondisi yang sedang terjadi?, bahwa konsumen sudah “smart” menentukan pilihan brand-nya, dengan adanya diversity brand di Internet, kemungkinan peluang mendapatkan user yang sering melihat di portal berita Kompas akan menjadi berkurang.
Walaupun Kompasiana mempunyai konsep yang berbeda dengan Mother Brand-nya (Kompas). We have already know, bahwa di dunia maya “memilih” suatu brand (online) hanya hitungan microdetik untuk pindah ke situs yang sesuai dengan “need & want” users, dan ketika users nyaman maka akan di-bookmark.
Menurutku lebih baik memiliki satu brand, tetapi pilihannya banyak (subdomain), seperti; kompasTV, kompasBlog, kompasGosip, etc. Dan ketika di search di google/yahoo pun akan kuat brand imagenya, yang diawali dengan “kompas”. Tetapi kalau brand tersebut membuat new brand yah resikonya tidak akan “inline”.
The point is; Membangun image brand di online, sama halnya dengan mencari jarum di tumpukan jerami.
Ya sebetulnya itu kan fitur blog biasa, seperti halnya NYTimes dan CNN punya blog.
Lebih ke catching up the trend aja sih.
Haha
http://skitch.com/felix.widjaja/bg636/kompasiana
“Nah kan Om Felix ketawa…”
di kompasiana di bagian public ada kutipan
“Pergunakan bahasa Indonesia yang benar dan sopan. Mohon tidak mempersoalkan/mempertentangkan SARA, memfitnah/mendiskreditkan orang/lembaga, pornografi, dan beriklan. Para penulis disarankan menanggapi komentar pembaca yang masuk. Artikel atau opini (bukan fiksi/puisi) yang bermanfaat dan mencerahkan akan tampil setelah dimoderasi.”
saya yang pemula tadinya mau ikutan gabung,eh malah jadi bingung…
“gwe mau nulis apaan donk..ntar..”
Justru saya tidak terlalu memahami fungsi sebenarnya dari Kompasiana. Selama ini saya selalu memandang Kompasiana tidak lebih dari sebuah provider blog gratis. Am I not correct?
satu sisi kreatif dunia marketing adalah BLUE OCEAN STRATEGY, menghindari persaingan justru dengan menjadi yang paling beda, yang paling unik dan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh banyak orang, semakin berbeda maka semakin diakui oleh orang lain, menghindari samudra merah yang berdarah – darah memasuki samudra biru yang lebih tenang, sebuah strategi yang manis…
sebagai seorang blogger, mari kita menulis juga dikompas, jika kita mengirim artikel belum tentu dimuat di harian kompas, dengan menjadi kompasianer maka tulisan langsung terpampang diblog kompasiana, sehingga kita mampu membantu proses perubahan negeri ini lewat tuts keyboard kita, Good Luck untuk tim NAVINOT atas perkembangan blog nya.
Comments are closed.