Flash vs. New Wave Javascript
Siapa yang bakal dipilih?
Mengingat kebutuhan akan Rich Internet Application, ada banyak tool, library dan SDK yang bisa dipakai. Ada yang kaya fitur, ada yang sudah bercokol lama di dunia web. Simplicity, available by default sepertinya tetap akan jadi faktor penentu.
Membahas simplicity, mungkin kita akan bertanya: kenapa Flash bisa cukup sukses? Flash kan tidak simple. Dan kenapa sepertinya Javascript kini jadi primadona kembali? Dahulu kala, sebelum Flash diadopsi, java applet menjadi alternatif utama dalam memberikan rasa kaya dalam aplikasi web. Javascript waktu itu hanya sebatas pelengkap saja, sekedar dipakai untuk alert dan marquee di statusbar. Java applet memberikan bentuk interaktifitas baru. UI, Animasi, dan proses asinkronous, menjadi harapan baru bagi pengguna internet yang merasa terbatasi oleh browser.
Flash kemudian datang, dengan fitur proses asinkronous juga dan dukungan animasi yang lebih keren dan dan hemat bandwidth (grafik vektor). Java applet pun tersisih. Hanya digunakan untuk aplikasi yang mirip dengan aplikasi-aplikasi desktop.
Javascript mengalami perkembangan. Firefox datang. Implementasi Javascript yang lebih baik dan sesuai spesifikasi ECMAscript menelurkan Prototype, Rico, Scriptaculous, jQuery dan banyak lagi. Javascript pun mengambil sebagian besar pasar Flash. Dengan update reguler dan cukup cepat, Javascript pun mendapatkan panggung yang layak. Tidak juga boleh dilupakan adalah dukungan pemakainya yang mau bersusah payah menambahkan fitur kompatibilitas dengan IE, the beast of all times. Tanpa kemampuan cross browser ini, javascript tak akan bisa jadi primadona. “Lingkaran setan” pun terinisiasi. Pustaka javascript yang bagus mendorong lebih banyak browser untuk memperbaiki engine javascriptnya. Perbaikan engine membuka lebih banyak peluang pemanfaatan Javascript.
Siapa yang akan sukses?
Yang sukses adalah siapa yang memberikan apa yang dicari, eg: offline support. Inilah yang membuat Google Gears diterima. Ada batas jelas yang bisa dilihat dengan dan tanpa memakai Gears. Antara siang dan malam.
Bagaimana dengan Browser Plus? Masih dalam tanda tanya. Yahoo belum tampak mengambil diferensiasi yang jelas. in-browser uploading, desktop notification dan client-side image manipulation memang tampak menarik, akan tetapi belum tentu pemakai browser akan menyukai dan memakainya.
Javascript sepertinya masih akan tinggal lama. Karena javascript sudah disana sejak dulu dan sampai sekarang masih banyak digunakan dan dieksplore limitnya oleh banyak orang. Perlu something exceptional yang bisa mengambil hati banyak orang dari javascript. Bisa jadi platform baru, atau kebutuhan baru.
Anda sendiri suka atau pilih mana?
—
Bonus:
- Tiga teknologi di atas sebenarnya mulai dikembangkan dalam waktu yang tidak berjauhan (1996-1998). Akan tetapi adoption phase-nya ternyata bervariasi.
- HTML 5 juga bakal punya postMessage yang sepertinya akan jadi obat penghilang PITA (Pain In The A**) bagi developer javascript dalam hal cross window messaging.
Bacaan:
JavaScript: How Did We Get Here?
Java: A Retrospective
http://en.wikipedia.org/wiki/Adobe_Flash
http://en.wikipedia.org/wiki/Java_Virtual_Machine
http://en.wikipedia.org/wiki/JavaScript
Terinspirasi dari artikel dengan judul yang sama Flash vs New Wave Javascript di PinkHeadBox.
Photo by Marc_Smith
11 thoughts on “Flash vs. New Wave Javascript”
mengingat dan menimbang kecepatan internet di Indonesia, maka dengan ini saya memilih JAVASCRIPT! Meskipun sama2 menggunakan XML, tapi cenderung lebih strict dengan html. two point oh banget XD
flash menyebalkan. Kenapa ga ajax aja, lebih ringan, javascript+xml = gaya. flash nyebelin, berat.
Pemilihan ini dalam konteks apa? Kalau konteksnya menu interface memang menguntungkan pake javascript.
Tapi, jangan lupa, Flash 10 sudah support koordinat Z (jadi bisa bermain 3D). Sebelumnya di AS2 dan AS3, untuk bermain 3D, biasanya developer Flash memakai class open source yg sudah terkenal spt Papervision3D. Jadi tampilan menu semakin terlihat lebih kaya (dan masih ringan). Cek contoh2nya di http://blog.papervision3d.org/
Belum lagi class2 Flash lainnya yg semakin terus dikembangkan. Gw sendiri sedang bereksperimen bermain game Flash dengan Wiimote, lalu bereskperimen Flash sbg natural user interface (cek nuigroup), dimana multi touch plus webcam bisa dipakai sebagai sensor input.
Flash sekarang memasuki platform dengan integritas yang komplex, dengan dikeluarkannya Adobe Flash CS4 yang menitikberatkan pada penggabungan antara animasi 2D, 3D, database hingga programming (AS4). Sedangkan Javascript sedang meramba “Dunianya Flash” yang dijabarkan melalui textcode.
So, teknologi seperti Flash ataupun Javascript bukan sebagai suatu pilihan, tetapi hanya sebagai Tools, karena disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan pesan/message yahg ingin disampaikan. 🙂
@pitra
Wow, interesting! Tapi jika gk dipakai sebagai full interface, Flash tidak akan nampak keunggulannya. This is where javascript shines. Kita bisa memakai javascript untuk memanipulasi keseluruhan halaman, tanpa harus mendefinisikan seluruh halaman sebagai area eksklusif.
Canvas element akan jadi stepping stone buat Javascript untuk mengejar feature-completeness dibanding Flash 😉
@toni.
coba cek buatannya timnya Ncus di handypoints.com deh. Gw kagum sama integrasi mereka antara flash dan PHP yg blended. Flash gak dipake di seluruh interface, hanya sebagian saja. Tapi bisa memberikan kesan kalo semuanya adalah flash interface.
Setuju dengan gia josie. Liat liat kita mau buat apa dulu. Kalau sekedar bikin menu, form validation, simple edit/updating – tentunya javascript lebih masuk akal untuk dipakai. Akan tetapi untuk bikin game, atau rich client yang lainnya Flash tidak bisa digantikan olah javascript.
Salah satu kelebihan Flash adalah platform/browser independent. Tidak seperti javascript, meskipun support nya sekarang sudah lebih baik daripada 8 tahun yang lalu.
Ajax is the best idea for me. Mo User Interface kek, Mo Backbone proccessing kek. Java is the first choise.
Flash, secara teknis lebih bagus, lebih menggiurkan. tetapi jika dinilai dari sisi luar negeri, sedangkan disini dalam negeri flash is “jebakan betmen” dimana faktor yang berpengaruh dalam hal ini adalah bandwidth, “benwit” di indonesia rata rata masih dibawah 256kbps, itu pun di sharing beberapa pemakai. Beda dengan luar negeri yang rata-rata nya sudah masuk 768kbps per user. Kecuali hanya di gunakan dalam intranet is Ok lah.
Javascript, secara visual masih kaku, tetapi dari segi flesibilitas, efisiensi proses dia sangat unggul. Hal ini yang menjadi kelebihan apabila tinggal di indonesia.
ajax is the best yes i agree yes there are lots of libraries e.g. jquery , yahoo blabla , mootools blabla
but sekarang gini aja
saya tanya 1 hal apakah Anda siap memperbaiki bila ada kerusakan di browser e.g Internet Explorer dengan skill kita yang cuma bisa mengembangkan javascript lewat jquery bukan dari dasar…
kita mau teriak minta tolong ke siapa ?
Saya sendiri memakai javascript , tetapi flash saya lihat bakal berkembang pesat jangan lupa semua sekarang support flash kalo melihat trafik youtube you can figure that out !
saya rasa dua dua nya flash dan ajax akan tetap berkembang deh…
kalo saya pilih FLEX??lho..
mungkin OOT, tapi buat pemrograman web, Flex memang di desain khusus oleh Adobe untuk aplikasi web. 😀
Comments are closed.