Ekosistem Startup Lokal
Saya pasti sudah gila untuk lancang menulis hal ini hanya berbekal sekelumit apa saya ketahui. But I’ll go on anyway.
Ekosistem bisa berjalan karena komponennya saling berinteraksi. Ada feed, yang dibaca lewat feed reader. Kemudian di-share via social bookmarking tool. Di-vote oleh komunitas, atau di-share lebih lanjut ke social networking site. Menerima komentar, likes, dan sebagainya. Dan kemudian menjadi feed lagi dalam bentuk best of the week atau feed rekomendasi lewat tool yang lain.
Bagaimana dengan komponen ekosistem lokal? Kadangkala kita agak enggan memakai layanan lokal karena posisinya yang minoritas dalam sistem pemanfaatan internet yang kita pakai. Kita tidak memakai Pendekin karena saat kita memakainya, kita tidak bisa mendapatkan fitur-fitur ekstra yang kita dapat saat mengunakan TinyUrl. Bukan dalam hal fitur tapi dalam hal bagaimana layanan lain berinteraksi dengan pendekin. Tidak ada dukungan langsung di Tweetdeck misalnya.Tidak ada preview di PowerTwitter. Dan seterusnya.
Lalu bagaimana layanan lokal bisa berkembang jika enggan dipakai? Seperti yang diilustrasikan di atas, yang menjadi kendala adalah ketidaklengkapan ekosistem. Pendekin tidak terlalu populer karena layanan ini sendirian. Karena bagian lain dari eksosistem tidak melakukan interaksi dengannya. Pengguna tidak mendapatkan benefit ekstra dengan memakainya dalam aktifitasnya berinternet. Insentif memakai TinyUrl, is.gd, dan lain-lain lebih besar karena diadopsi oleh lebih banyak pihak baik individu dan layanan lain.
Jika kita ingin memiliki kemeriahan yang sama dengan apa yang bisa kita lihat dan rasakan dalam dunia internet di luar sana, mau tak mau kita harus melengkapi komponen eksistem internet kita. Hal ini penting supaya tidak terjadi missing link yang membuat rantai kegiatan internet kita terputus karena harus memakai simpul layanan dari luar negeri. Dalam kasus ini, saya melihat DailySocial sebagai salah satu frontliner untuk memberitahukan dan meng-endorse simpul-simpul layanan dalam negeri pada komunitas internet Indonesia.
Tidak hanya soal kelengkapan layanan saja karena layanan hanya berfungsi sebagai alat yang sifatnya pasif. Komponen yang tak kalah penting adalah pemakai. Di sini kita memerlukan Mike Arrington dan Robert Scoble versi lokal. Fungsinya selain sebagai peng-endorse layanan lokal juga sebagai rainmaker. Sebagai “leader” untuk mengarahkan tren dan memotivasi pengguna yang lain. Sebagai pelontar isu yang selanjutnya akan menjadi konsumsi dalam rantai hidup komunitas. Nama yang bisa mengisi posisi ini tak akan susah dicari. Jika kita telusuri blog dan microblog, ada banyak orang dengan berbagai expertise yang bisa menjadi rainmaker.
Saya sedang berimaginasi. Jika ada Facebook untuk mempertemukan teman lama telah terpisah jarak dan waktu, adakah layanan yang bisa dipakai untuk mempertemukan rainmaker yang tersebar ini? Dalam pikiran saya layanan social bookmarking bisa menfasilitasi hal ini. Layanan bookmark yang memiliki grup-grup isu akan mampu mengumpulkan orang-orang dengan minat sama dalam suatu ruangan yang sama.
Bagaimana menurut Anda?
PS:
Pendekin sebenarnya sudah ”bekerja sama” dengan ngeshout sebagai default URL shortener
14 thoughts on “Ekosistem Startup Lokal”
Aku pribadi ngerasa artikel ini mewakili nyaris semuanya (aku juga awam, jadi ga bisa pastiin, hehe) tapi dari pengalaman di dunia Internet, yang ditulis mas Toni ini bener banget, hehe. Kalo dari segi teknis itu soal support dan fitur, dari segi manusianya itu ya usernya, dan aku setuju dengan ucapan ‘rainmaker’ 😀 User sendiri ga cukup. Harus ada yang woro-woro, yang promosiin supaya orang tertarik mau nyoba. Pertanyaan “apa sih ini? gimana makenya? ini maksudnya apa?” lebih baik daripada orang cuma bilang “oh ya udah, gue daftar deh.”
Pendapatku pribadi, layanan social networking booming berat karena ya itu, soal ‘sosial’ 😀 Dasarnya manusia makhluk sosial. Internet sebagai media mempermudah. Masa sih kita update status pake kirim telegram, hehe.
Dan aku rasa semua social networking sites udah punya dua hal yang krusial itu: Fitur dan pengguna. Tinggal pinter-pinternya gimana ngejaga pengguna loyalnya biar ga kabur soalnya kadang faktor eksternal bikin user bete 😀 (e.g. ToS-nya Fesbuk)
Sekedar dua keping sen 😀
Ya mulai dari DS dan Navinot saja dulu, kita bisa gunakan bookmarking lokal, mikroblogging lokal, minimal mengendorse produk2 lokal dulu.
anw, is it just me or Navinot’s single post page is looping like crazy? :p
Looping-nya kemungkinan besar karena facebook connect. Beberapa situs mengalami kondisi serupa walau sebelumnya tidak melakukan apa-apa atas facebook connect-nya.
BTW, local social bookmark yang cukup ramai di mana? Sebenarnya saya menyimpan harapan terhadap lintas berita. Kalau saja ditambah fitur grup supaya vote-nya bisa tersegmentasi.
Kayak kampanye Partai G*******: Cintailah produk – produk dalam negri,..huehue
Tentang rainmaker yang tersebar,…bisa ditemukan oleh google. Mereka yang hebat biasanya juga nongkrong di hal depan utk bahasan yg dimaksud. Kalo nggak,..berarti nggak hebat donk,..hehe.
Masalahnya, yang hebat belum tentu punya agenda yang sama dengan kita 😀
aku masih sulit membayangkan internet sebagai sebuah komunitas yang masif. akibatnya sulit juga bagiku membayangkan sebuah habitat makhluk internet lengkap dengan daur hidup dan sejenisnya. internet tiba-tiba (atau memang begitu takdirnya?) menjadi terlalu liar untuk dipahami oleh otakku yang terbatas ini.
tapi ide ini menarik, dan sepertinya intinya ada di interaksi. pada akhirnya manusia merindukan interaksi juga ya.. doh cukup, pikiranku sekarang malah lari ke kuldesak kuldesak baru bernama perumahan yang mencerabut akar-akar kemanusiaan.
Komunitas yang masif itu seperti apa tip? Mohon dibuat sedikit panjang lebar. makasih sebelumnya 😀
untuk social bookmarking kayaknya yang menonjol itu Lintas Berita sama Info Gue … Tapi bener juga, kalo sama2 rainmaker tapi gk satu visi & satu misi repot juga.
Saya juga sudah mulai menggunakan produk lokal untuk DS, pake NgeShout, LB dan InfoGue utk bookmark, sama koprol deh hehehehe :p
Setuju dengan Mamuaya dan Aa Gym (hayyyyah) mulai dari diri sendiri dulu aja make produk lokal, jepang yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit dari Indonesia website2 lokalnya tetep menjadi tuan rumah di negaranya sendiri, karena apresiasi dari individu2nya sangat baik terhadap produksi lokalnya.
Kapan nih kita bisa jadi andalan di negara kita sendiri?
Pendekin terbuka buanget kepada siapa aja yg mau pake 🙂
ngeSHOUT udah buatin plugin2 serta apps2 yang mempermudah pemakaiannya
Thx to DailySocial yang terus mengupdate informasi tentang developer2 lokal, n thx to navinot yang membuka wawasan untuk terus “aware” dan memberikan tantangan2 seru :p
Jepang memang lain sendiri, selain budaya yang super kontras, mereka juga jauh lebih maju. Apalagi uursan HP. Jepang sudah 4G, lainnya masih 3.5G pol dan masih mati hidup. Makanya iPhone ga laku. Mixi laku, juga karena mengerti budaya lokal.
Semoga developer lokal juga mengerti elemen ini, untuk diikutkan dalam layanannya.
What’s next on FUPEI nih?
Bro, mau bagaimanapun hebatnya jepang sekarang, mereka nggak tiba2 langsung hebat kan? Mereka dilatih untuk jadi produsen bukan konsumen, beda dengan kita yg produk luar ‘terasa’ jauh lebih baik dibanding produk lokal :p
Langkah FUPEI selanjutnya? FUPEI Apps 😉 hehehehe masalahnya sekarang ada gak website lokal yang mau buat appsnya buat dipasang di FUPEI 😀 lagi mau ngobrol dengan koprol juga nih, perantaranya the one n only Mamuaya (kalo dia lagi kosong siy, hehehehe), navinot mau ikutan gak ketemuan, siapa tau FUPEI dapet masukan bagus buat implementasiin FUPEI apps ini 😀
Wahh.. ternyata diskusi di komentarnya seru..
Terus gimana ini kelanjutannya? Kok sepi lagi..
Menunggu imaginasi Mas Toni menjadi kenyataan, para rainmaker ngumpul, sehingga newbie ini makin mudah nyari tempat belajar 🙂
Comments are closed.