E-commerce: Kesempatan Di Balik Krisis
Seperti yang kita tahu, berusaha di bidang e-commerce itu gampang-gampang susah. Hanya dengan modal internet yang gratisan kita sudah bisa memulai jualan online. Tapi sulitnya adalah persaingan yang sengit antara banyak pengusaha e-commerce. Apalagi jika yang dijual adalah barang komoditas yang sudah tak bisa lagi dimainkan harganya.
Daya beli menurun, walau transaksi masih bisa terjadi dalam volume yang relatif kecil. Calon pembeli hanya akan bertransaksi “sekali” saja. Dan dia ingin uang-nya benar-benar sepadan dengan produk yang didapatkan. Every penny counts. Pembelian yang dulunya bisa dilakukan dalam tempo lima menit kini harus menunggu jauh lebih lama hingga calon pembeli benar-benar nyaman dan aman dengan pilihannya.
Setelah krisis datang, semua orang menjadi lebih peka dan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Persaingan antar produk tentu saja menjadi semakin sengit. Tapi di sisi lain ini menjadi kesempatan baik bagi produk yang dulunya kalah bersaing karena siasat ‘aji-mumpung’ atau penyakit “rabun diskon”.
Munculnya kepekaan calon pembeli ini harus dimanfaatkan. Kini tidak hanya sekedar harga yang jadi bandingan. Setiap keunggulan dan kelemahan produk akan dievaluasi. Ini adalah masa di mana produk bisa menunjukkan jati dirinya.
Segmentasi pasar juga akan berubah. Konsumen yang dulunya masuk middle class bisa turun jadi lower class, walaupun tidak selalu. Yang menarik, mungkin saja kebiasaan dan proses pembelian masih akan mengikuti gaya middle class. Jadi, kesempatan tidak akan bisa dimonopoli oleh para pemain lama di segmen lower class.
Permainan telah benar-benar berubah. Strategi harus disesuaikan.
- Tampilkan sisi produk yang lain daripada yang lain
- Luncurkan variasi produk yang lebih sesuai dengan pasar
- Promosikan dengan benar
Anda ingin menambahkan sesuatu?
9 thoughts on “E-commerce: Kesempatan Di Balik Krisis”
Saya pikir kendala utama e-com bukan di produk atau harga krn hal itu masih bisa dinego ke produsen/dist utama utk bikin aturan hg jual terpublish, jd fokus kesitu kok rasanya kok kurang pas. Skedar pendapat sih, data sbenarnya saya nggak tahu, hehe
nego harga jual ke distributor itu ga gampang lho. Harus buktikan volume jual dulu.
tujuan situs e-commerce adalah menghasilkan transaksi dari Internet. Transaksi itu bisa saja berupa order via web yang mengikuti alur bisnis di web, mulai dari pilih barang, masukkan ke chart barang, hingga pembayaran secara online. Tetapi bisa juga telpon langsung yang nomornya ditaruh di web….
terkait dengan current crisis… menurut Om parameter apa yah yang pas untu E-Com ?….
Parameter dalam hal apa?
Yang saya maksud nego kolektif retail dgn vendor, atau inisiatif vendor sendiri. Sudah banyak diaplikasikan kok. Misal vendor beriklan disertai CBP (customer buying price) n larangan publikasi dgn harga selain yg sudah ditetapkan vendor. Jika pernah maen ke pameran komp, pasti pernah liat yg spt itu. Laptop dijual dgn hg sama di stand mana aja. Tanpa aturan dari vendor tsb, ya jadi banting2an hg karena marginnya cukup besar. Akhirnya vendor jg yg rugi krn toko jadi males nyetok klo dah spt itu.
Krn e-commerce adalah bisnis berbasis publikasi, otomatis mengikuti regulasi vendor klo masih mau dpt barang. Cb deh tanya ke bhineka, dia diharuskan publish dgn hg yg ditetapkan vendor nggak.
Betul, kalo di Indo praktek ‘Minimum Advertised Price’ (MAP) masih berjalan. Bhinneka juga ngomong koq, makanya harganya bisa di’tawar’ karena tidak boleh melanggar itu tadi.
Tapi, ini karena supply dikontrol oleh satu importer/distributor saja. Kalo sudah bebas import dan suppliernya simpang siur, pasti perang harga jalan lagi.
Import BB gelap di Batam tuh. Itu yang ketahuan, dan pasti banyak yang tidak ketahuan.
Lain dari yg lain? mungkin tidak, Promosikan dengan benar? Itu yg mau dicoba. Titip jejak sekalian. Salam
Penjualan yang baik tentu menuntut pelayanan yang baik pula. Saya yakin E-commerce akan lebih mengutamakan kualitas dan kecepatan dalam melayani konsumen daripada kuantitas. Mungkin itu poin penting yang dapat ditambahkan.
@daniel hermawan : wah klo bicara ttg kualitas pelayanan saya paling setuju. Kadang saya merasa kualitas pelayanan di indonesia sangat kurang. biasanya orang hanya fokus untuk menjual barang, tapi pelayanan setelah penjualan mengecewakan
Comments are closed.