Can Social Media help Brands / Companies in Asia?

Can Social Media help Brands / Companies in Asia?

Asian Culture: Barongsai

Satu artikel tiap hari kecuali hari minggu. Itulah janji NavinoT. Jadi, walau hari ini tanggal merah NavinoT tidak akan libur meninggalkan Anda :). Senin ini NavinoT punya sesuatu yang spesial. Sebuah artikel dari seorang secret guest yang hendak berbagi dengan kita sebuah pertanyaan menggelitik mengenai brand dan social media. Berikut adalah artikel yang ditulisnya, dalam bahasa Inggris. Bagi yang agak kesulitan, bisa langsung lompat ke bagian akhir. Telah diusahakan sebuah benang merah dari tulisan tersebut, dalam bahasa Indonesia. Oke, silahkan disimak dan mari berdiskusi 🙂

Can Social Media help Brands / Companies in Asia?

That’s what has been lingering on my mind lately. Yes. Can social media really be a tool that helps brands connect with people especially in Asia?

A colleague of mine just sent this link to me recently: http://www.refresheverything.com/ when I saw this it really blew my mind. So I thought “Now that’s a GREAT implementation of social media strategy with Pepsi!”. If you don’t believe me, go check it out for yourselves. :p

So here’s the thing…. Most of the time we see this great implementation, it’s always coming from US, Europe (hmmm even Europe is not so…). Basically we will never hear a great social media implementation like that in Asia. Have you guys learn any? Please share.

I guess what I am drawing conclusions is… Asian are very “private” people unlike westerners where views can be said openly without being afraid of being nabbed by authorities as they have freedom of speech. So when you see implementation like what Pepsi did it bounds to be successful. Because westerners like to share views, say what they think, and they say it with sincerity although not all are good but I guess it kind of balance off in a way… I mean whose gonna police a web 2.0 sites anyway? We have shifted that power to the community to police itself right? But off course that is in general sense. And unlike Westerners, Asian tends to stand back, observe, and contribute when they think it’s necessary to comment.

So the question is really: Is Brand / Companies in Asia brave enough to adopt social media? Because once they do it, would people really be “engaged” and contribute to it? And once they go to new media, they are susceptible to critics and praises at the same time. But are they open enough to be criticised in public?

And to share further some successful implementation: http://communityserver.com/showcases/

Ok, let’s get the discussion started 😉

Bisakah social media membantu brand atau perusahaan di Asia? Mengingat sifat orang Asia yang umumnya cenderung menjaga privasi (tertutup), lebih suka mengamati dari jauh dan hanya akan berpartisipasi jika mereka pikir waktunya telah tepat. Hal ini berbeda dengan orang Barat yang lebih blak-blakan mengutarakan pendapat baik atau buruk yang sebenarnya saling menyeimbangkan. Dengan wacana tersebut, bagaimana peluang media bisa membantu brand/perusahaan? Apakah orang-orang akan segera “engage” (nyambung dan aktif)? Pun iya,apakah brand/perusahaan telah siap dipuji dan dikritik di ruang publik?
Hayo, berapa banyak dari kita yang masih menunggu untuk sekedar menulis komen? Seberapa banyak perusahaan yang sudah merespon pujian atau makian Anda di social media? Mari kita lanjutkan di kotak komentar 🙂

10 thoughts on “Can Social Media help Brands / Companies in Asia?

  1. Mungkin orang Asia terutama Indonesia lebih banyak ngomong, ngeritik, ngomentar, tapi…. tidak siap untuk diomongin, dikritik, atau dikomentarin XD

    Gengsi gede-gedean wehehehe

  2. posting ini agak mengezutkan. krn sementara ‘orang lain’ bikin seminar ttg online PR, ini malah masih meragukan efektifitas social media di asia

    Indonesia (asia) memang selalu beberapa tahun tertinggal daripada barat. tapi bukan tidak mungkin dalam bbrp tahun ke depan hal itu (atau apapun itu) akan mampir jd ke Indonesia

  3. Rasanya tau siapa yg nulis artikel ini :p

    Anyway, kalo nurut aku emang ada betulnya, orang asia (terutama indonesia) emang MASIH banyak yg lebih suka duduk diam dan mengamati tanpa melakukan action sama sekali.

    Tapi bukan berarti tidak bisa sama sekali, tergantung bagaimana kita memancing mereka untuk ikut aktif dalam sebuah komunitas. Mungkin dengan menawarkan beberapa kontroversi (seperti yg ditawarkan oleh website ini :p) untuk memancing orang lebih aktif dalam komunitas.

    Soal kritik itu biasa, tinggal bagaimana strategi perusahaan menaggapi kritik2 terbuka dari publik. Kalo ndak siap di kritik ya jangan di open ke publik donk…

  4. Saya pikir orang timur itu memiliki sikap yang lebih bersahaja dari orang barat. Mereka bisa bersabar walaupun tersakiti, sampai suatu saat benar2 tidak bisa lagi menahan kesakitan itu barulah mereka berbicara.

    Coba lihat saja kekecewaan yang disampaikan dalam surat pembaca di sebuah koran. Tentunya karena alasan keterbatasan ruang, yang ditampilkan hanya sebagaian saja.

  5. ini memang masalah kebiasaan dan budaya.. kita memang tidak se-open Amerika, dalam hal mengeluarkan pendapat, Indonesia sendiri baru terhitung baru 11 tahun merasa bebas berpendapat di muka umum..

    kayaknya sih perlu waktu sampai social media benar2 efektif dalam membantu sebuah brand.. mungkin 4 – 6 tahun lagi?

  6. Kalo dilihat di budaya internet, the good stuffs will be always be passed around.

    Kalo dilihat kaitannya dengan ‘being private’ memang betul. Orang asia memang lebih condong untuk tertutup. Tapi hal ini bukan penghalang untuk menyebarkan konten unik khan?

    Intinya, Social media pasti ada gunanya. Hanya perlu pendekatan yang berbeda. You can’t have people submit YouTube videos of themselves. But, you can always spread funny videos that involves your brand for those ‘private’ people to share. 🙂

  7. I agree with Richard. I think for social media to help brands in Asia, it will take a couple more years… It’s just because brands here are not so open.

    Either that, the strategy adoption must be different. If Brand wants to leverage from social media advantage, it should “power” something.

    Take Pepsi in this example. It helps ppl connect to their president. or send video emails, share photos etc… what Pepsi does is “it” powers the movement. They just xpose their brand during the exercise.

    Smart.

  8. Hmm… I think I can guess who this secret guest is. :p

    Anyway, setuju soal perusahaan2 Indo (and Asia?) yg belum siap untuk terbuka, at least for now. Jadi social apps untuk membantu perusahaan2 ini mungkin bisa dibuat sedemikan supaya ga semua power ada di community, misalnya critics/praises bisa di-delete atau need approval. (not really a web 2.0 ya?)

Comments are closed.

Comments are closed.