Branding Lewat Repetisi
Ada satu fenomena branding yang menarik perhatian saya akhir-akhir ini, yaitu praktek branding lewat repetisi. Umumnya merek ini adalah pelopor pasar dalam kategori tertentu, sehingga mereka punya keuntungan untuk memperkenalkan produk lebih awal, dibanding para pesaingnya.
Contoh gampang adalah air minum Aqua, atau teh botol Sosro. Coba saja anda memesan satu botol Aqua atau teh Sosro di sebuah restoran! Tidak jarang yang keluar adalah air mineral dengan merek lain, atau produk minuman teh lainnya yang juga dalam kemasan botol.
Beberapa orang menganggap ini adalah praktek branding yang sukses, karena kata ‘Aqua’ sendiri lebih melekat di benak konsumen. Belum lagi alasan merek tersebut jadi lebih sering disebut, serta lebih terkenal, dan asumsi akhir mengatakan itu adalah merek yang sukses. Bila ditanya apa itu Aqua atau teh Sosro, semua bisa langsung tahu dan mampu menjelaskan produk tersebut.
Tapi dari lain sisi, apa benar bila kita meminta air Aqua yang seharusnya keluar adalah air mineral merek lain? Satu pertanyaan lain adalah, apa citra sebenarnya dari merek Aqua dan teh Sosro tersebut?
Jawabnya? Kosong! Tidak ada sama sekali!
Dari wawancara terkahir dengan Yolanda Santosa, disebutkan bahwa praktek branding bertujuan memberi kepribadian terhadap suatu barang, produk atau orang. Sudah pasti yang jadi pusat perhatian adalah produk atau orang yang tengah dibangun citranya, bukan produk dari pesaing-pesaing lainnya.
Dari kasus di atas, bisa dikatakan bahwa merek Aqua tidak bisa memberikan citra unik dari produknya. Misalnya, air Aqua adalah air segar yang bersumber dari mata air pegunungan, lebih sehat karena telah mengalami proses penyulingan tujuh kali. Demikian dengan teh botol Sosro, yang tidak bisa lepas dari anggapan sebuah produk minuman teh dalam kemasan botol. Itu saja, tanpa citra unik lainnya.
Kedua merek ini hanya terbentuk kerena mereka memasuki pasar sebagai produk unik yang belum punya nama khusus di pasaran. Setelah mengalami proses repetisi, baik dari iklan dan konsumen, merek tersebut jadi identik dengan produk lain yang sejenis, termasuk produk dari pesaing-pesaing baru yang berusaha merebut pasar.
Bila praktek branding memang berhasil, konsumen pasti menolak bila disodori air minuman lainnya. Karena dalam benak konsumen telah melekat suatu citra, bukan hanya sederetan kata yang sering disebut oleh konsumen lainnya. Konsumen sudah tau jelas mengapa dirinya memilih merek tersebut, tentunya karena sudah adanya ikatan khusus dengan sang konsumen.
Jadi, untuk kasus seperti Aqua dan teh Sosro, apakah ini suatu kesuksesan? Saya rasa tidak!
32 thoughts on “Branding Lewat Repetisi”
yaaah..baru aja saya bahas aqua..saya rasa aqua emang sukses deh, lebih sukses dibandingkan teh sosro. Kalo air mineral kan emang udah jadi kebutuhan esensial manusia. Secara sebagian besar tubuh manusia adalah air. Kalo teh sosro itu masalah selera, ada kok masyarakat Indonesia yang kurang suka dengan teh..^^
salam..
well, sbnarnya ini dibahas di all marketers are liar. tapi bukan teh botol dan akua. dari seth godin , memang benar adanya kedekatan brand dengan seseorang ,sebabnya bukan sekadar awareness dari repetisi, tapi apa yang seseorang inginkan dapat dipenuhi oleh brand, bukan apa yang mereka butuhkan.
jadio sekalipun dilakukan repetisi ngak masalah , asalnya customer oriented based on what they want
branding itu sudah demikian kuat, dan akhirnya jadi sebuah kata ganti bagi jenis produk itu. mirip sama googling yang diambil dari google. apa itu juga gagal? menurut saya sih ga.. karena tergantung sama perilaku konsumen juga.
Sebagian orang Indonesia banyak yang menganut paham “nrimoan (istilah jawanya)”. Maksudnya, karena yang ada cuma minuman selain merek tersebut, ya mereka terpaksa harus minum dengan produk lain. Daripada gak minum sama skali, kering kallee….
Salam,
saya setuju dengan Fadli, kebanyakan orang Indonesia itu menerima hal yang mungkin bukan yang dimaksudnya. Dalam hal ini adalah tentang pemesanan makanan.
Ohiya, saya juga baru sadar, klo ternyata merk Aqua atau yang disebut merk pelopor ini tidak mempunyai citra terhadap produknya. *thanks NavinoT
walaupun aqua tidak mempunyai citra dalam merknya,kelihatannya produknya tetap laku keras ya..
Trims.
kalo dilihat dari case ini sih emang kurang berhasil. Coba kalo Aqua dijejerin ama merek2 air mineral yang lain, kebanyakan konsumen pasti pilih aqua.
Kalo gitu berhasil gak brandingnya? 🙂
kalau produknya dijejerkan dengan produk lain..menurutku konsumen memilih berdasarkan awareness bukan karena kualitas.
tapi memang, aqua berhasil menciptakan citra kualitas bagus..setidaknya dalam pikiranku.
persaingan selalu menciptakan ide-ide yang sepertinya bertolak belakang, apakah ini suatu kesengajaan untuk meningkatkan brand suatu produk sehingga masyarakat tertarik atau malah sebaliknya ini merupakan trik dari rival bisnis. Metode penyebaran hoax melalui email cukup efektif memang, seperti kasus teh botol sosro ini. hanya saja apa sebenarnya yang terjadi, masyarakat indonesia saat ini, tidak cepat percaya begitu saja.
Aqua dan teh botol sosro, adalah branding indonesia (asli merk dalam negeri) sementara soft drink merk lain adalah brand lain.
Terlepas dari hal itu semua, branding melalui repetisi, adalah hal yang lumrah.
seperti kita cukup familiar dengan rinso, bubuk deterjen walau itu merk lain.
ini hanya gaya bahasa yang sudah memasyarakat. tidak ada yg menyuruh, tidak ada yg memengaruhi, hanya mengikuti hal yg sudah umum di masyarakat aja.
kan kurang enak kalau ngomong “beli air mineral kemasan gelas plastik 250 mL”, mending ngomongnya “beli aqua gelas”.
saya sebagai konsumen, kalau beli aqua kemasan gelas atau botol, terus oleh pedagangnya diberi produk lain selain aqua, masih bisa ditoleransi. tapi bila aqua kemasan galon, kalau bukan aqua pasti saya tolak.
kalau tidak salah, di pelajaran bahasa indonesia ada yg namanya majas metonimia.
hmm…ini juga salah satu faktor kenapa kita selalu sebut aqua.
Trims.
Menarik sekali membahas tentang merk pelopor seperti aqua ini. dan juga pemasaran repetisinya. kalau dilihat, tidak banyak pesaing aqua yang sering beriklan di tv. *atau karena saya yang jarang nonton tv
Hmm… iya juga yah.. Kalo ditanya sukses atau enggaknya brand aqua itu saya gak ngerti jawabnya. Tapi kasusnya mirip sama kalo tanya Odol (yg katanya merk pasta gigi jerman jaman dahulu kala), yang dikasih Pepsodent, atau kalo kita tanya Sanyo pasti yang dikasih Pompa Aer, walaupun Sanyo gak hanya pompa aer dan Pompa aer gak cuma merk Sanyo.
Tapi kayaknya ada yang sukses juga.. dengan iklan tivi durasi pendek dan berulang – ulang.. dengan bintang iklan koko cina yang tiba tiba keluar dari kardus itu..
Batuk? OBH Combi aja! Batuk? OBH Combi aja! Batuk? OBH Combi aja! Batuk? OBH Combi aja! Batuk? OBH Combi aja!
*matiin tipi*
Wah bahasan yang menarik, kirain berhasil ternyata belum tentu juga… wew ^^b
Apapun makanannya minumnya “TehBotol Sosro”
“Mas tehbotol”
“Adanya freshtea”
“Ya udah gak apa-apa”
“Mas teh botol” 10x
Besoknya mungkin si penjual tidak menjual freshtea lagi tapi tehbotol ^^
kenapa gitu baru menarik perhatian akhir2 ini?
aqua dan teh botol adalah merek yang udah biasa jadi contoh untuk anak ekononomi selama baertahun2.
memang produknya sendiri itu sudah kebutuhan sih, jadi agak gimana yah.. dan aqua memang yg pertama kali ada di indonesia.
agak aneh kalau kita fanatik terhadap suatu merk tertentu yang jelas2 produknya kalau ga di pakai kita mati, dalam hal ini air minum. namanya juga lagi haus ya merk apa aja di sambet hehehe
dan brandingnya berhasil kalau menurut saya, kayak kata Agus di atas, kalau di jejerin kita pati milih Aqua 🙂
ga mungkin pilih yg lain kecuali alasan harga.
Branding memang tidak hanya sekedar membuat nama jadi “household.” Harus lebih dari itu.
Contohnya saja odol. Atau softex. Setidaknya di daerah di mana saya tinggal, jarang ada yang bilang pasta gigi atau pembalut.
Tapi kedua merek tersebut sudah atau hampir mati.
Aqua contohnya, sudah jadi household name juga. Branding itu sukses. Lumayanlah. Walaupun di gerai kecil sering saya minta Aqua diberikan merek lain, terkadang saya protes juga.
“Aqua, mbaaak.”
“Ini aqua.” Maksudnya aqua = air dalam botol kemasan.
Setidaknya untuk saya memang branding itu berhasil, tapi tidak cukup memasyarakat.
Lalu untuk Teh Sosro, notice the phrase in the bottle? “Teh Botol”
In fact, kalau mau pesan di rumah makan, saya selalu bilang, “Teh botol mbak” karena saya telah minum sejak hampir dua dekade lalu, di otak saya memang satu-satunya Sosro itu.
Tapi sering yang keluar malah merek lain. Mungkin ini kesilapan langkah branding Teh Sosro dari awal. Branding Teh Botol ini berarti semua jenis teh yang dikemas dalam botol.
Terakhir, branding itu usaha yang tidak akan habisnya. Microsoft dan Coke aja, yang sudah mendunia, masih perlu staf marketing penuh yang menyebar ke seluruh dunia.
So, there’s no perfect brand. Dan kalau dipilih memang Aqua yang lebih sukses dengan branding mereka. Itu menurut saya lho. Walaupun peminat Sosro juga tidak bersedia pindah. 🙂
Oh ya, saya belum pernah ketemu pembeli yang tidak sudi makan di suatu rumah makan hanya karena tidak menyediakan teh botol tapi merek lain. Memang sih kadang kesel juga, karena pemasaran dan penjualan mereka memaksa rumah makan menyediakan satu merek dan tidak merek lainnya. Praktek kotor? I think so!
saya setuju dengan beliau (agionagile, red).
aqua, sekarang udah menjadi bahasa umum dimasyarakat. Terbentuknya kata ‘aqua’ sebagai bahasa yang ‘membudidaya’ di masyarakat salah satu faktornya mungkin adalah kemunculan brand aqua dengan produknya “air dalam kemasan” tersebut terjadi pada awal sebelum brand-brand yang lain muncul dengan mengusung produk yang sama hal dengan aqua.
Menurut saya aqua dengan produknya air kemasan adalah “the first pioneer” di pasaran.
Pada saat aqua terus berkembang serta dikenal di seluruh lapisan masyarakat di indonesia selama bertahun-tahun lamanya, mulai saat itulah aqua ibaratnya telah melekat di mata dan hati para konsumennya.
Dan selanjutnya muncul lah berbagai brand yang menyaingi aqua dengan produk yang sama. Tetapi masih bisa kita perhatikan bahwa aqua tetap menjadi no 1 sebagai brand dengan produk air kemasan di indonesia.
Masyarakat masih loyal dengan aqua karena dialah “penemunya”.
Oya ada cerita, ini sama halnya yang saya temui di daerah sumatera atau mungkin sama di daerah lainnya mengenai honda.
kalau motor saya suzuki atau yamaha, ketika saya tanya “ada bengkel yamaha atau suzuki nggak?”
pasti mereka heran dengan pertanyaan saya, dan mereka menjawab “disebelah sama ada bengkel honda”.
nah…..
jikalau saya tidak memahami bahasa yang telah membudidaya dikalangan masyarakat mereka, mungkin selamanya saya tidak menemukan bengkel tersebut. motor, entah honda, yamaha, suzuki dsb, semuanya itu disebut honda. (telah membudidaya)
Balik ke aqua lagi, di akhir artikel disebutkan
“Jadi, untuk kasus seperti Aqua dan teh Sosro, apakah ini suatu kesuksesan? Saya rasa tidak!”
saya kurang setuju dengan itu. dalam hal ini menurut saya (pendapat orang awam) aqua dan teh botol sosro telah mendapatkan citra nama yang melegenda di masyarakat, tanpa promosi lagi tanpa beriklan-iklan lagi mereka akan tetap disebut-sebut dimasyarakat dan masyarakat tahu itu.
soal kita beli “aqua” di kasih “club” atau dikasih brand lainnya, disini tidak bisa disebut ketidaksuksesan brand aqua, sangat mungkin penjualnya sedang kehabisan stock aqua itu sendiri dan sebagai penggatinya diberi dengan brand yang lain yang stocknya belum habis. May be!!
banyak banget yak tulisanku? mana kayak ‘bolah ruwet’, tak berujung. Hhehehe, sekian terima kasih sharingnya, mohon ditanggapi dari sudut pandang yang berbeda.
I rasa produk yang seperti ini hebat dalam hal promosi n produk ini menjadi produk petama yang keluar di pasaran sehingga para konsumen lebih mengingatnya.
yup apalagi sejak tahun 1998 Aqua dipegang sama Danone..jelas distribusinya lebih luas jadi makin dikenal banyak orang ^^
Branding menjadi sangat penting bukan hanya untuk mengenalkan sebuah produk, tetapi melakukan pencitraan atas produk tersebut. Adalah tidak mudah baik bagi ‘Aqua’ maupun ‘Teh botol Sosro’ membangun citra masing-masing. Sekitar tahun 83-84, ketika air mineral dikemas pertama kali di Indonesia yang diprakarsai oleh ‘Aqua’, beberapa orang malah mencibir bahwa produk ini aneh dan tidak akan laku. Bagaimana mungkin mungkin di negeri yang air tersedia melimpah ruah, mana mau orang membeli air botolan hanya untuk minum. Lebih-lebih saat itu harga 1liter air mineral lebih mahal dari 1 liter bensin.
Jaman lantas berubah, dan pencitraaan memang perlu waktu. Branding memang bukan semata mengenalkan simbol dan nama. Aqua dengan intens telah berhasil mengenalkan produk dari banyak sisi, misalnya manfaat, unsur kepraktisan, kesehatan, dan gaya hidup. Satu hal tidak kira sadari selama ini, bahwa ada nilai yang melekat yang dibawa oleh ‘Aqua’ adalah kebutuhan. Semua orang butuh air.
Bagi saya ‘saat ini’ citra yang dibawa oleh ‘Aqua’ dan ‘Teh Botol Sosro’ bukan lagi pada nama dan merk, tetapi pada fungsi dan manfaat. Sehingga ketika orang memesan ‘Aqua’ atau ‘Teh Botol Sosro’ mereka membayangkan memperoleh minuman seperti yang dicitrakan oleh kedua merk di atas.
Lantas, ketika konsumen tidak menolak bila disodori air minuman merk lain. Hal ini tidaklah menggambarkan bahwa branding ‘tidak’ berhasil. Bagi saya menyebut nama saja sudah merupakan sebuah keberhasilan branding yang luar biasa, sepanjang tidak selalu dikaitkan dengan tingkat keberhasilan penjualan produk ybs.
Brand atau merk menjadi amat penting di masyarakat kota, lebih-lebih di kalangan menengah ke atas brand menjadi barometer gengsi. Tetapi tidak demikian dengan masyarakat yang ada di desa. Kadang malah jadi lucu, yang kita sebut sebagai ‘brand’ bagi mereka adalah nama barang. Misalnya:
– Di Papua, semua motor tempel (mesin speed boad) mereka sebut ‘Yongson’ (Jhonson), apapun merknya.
– Di awal-awal dikenal deterjen bubuk, semua orang bilang ‘beli Rinso’, apapun merknya
– Mie instant yang kita kenal sekarang, di awal-awal orang menyebutnya ‘Supermie’ atau kalau sekarang ‘Indomie’
Sayangnya sebuah proses branding yang sulit dan panjang, bahkan mahal, kadang-kadang dengan mudah langsung dicomot para ‘pengikut’ (pendompleng) dari brand yang sudah berhasil itu dengan memakai nama, logo, warna, desain, kemasan yang hampir sama. Itulah masalahnya….
jadi ingat kata dosen saya yang bilang kalau nanti dimasa depan, mungkin tidak akan aneh kalau oksigen dijual per kaleng.
sama seperti aqua saat pertama kali keluar.
kalau menurut saya kasus aqua dan sosro ini merupakan kesuksesan mereka lho, walaupun mereka juga mengalami kerugian. kesuksesannya dari sisi lain, yaitu ya sisi branding yang menancap sangat kuat tadi, hampir tiap orang kalau mau minum air putih ingat aqua, kalau mau minum teh dingin segar ingat sosro, suatu kesuksesan yang hampir tidak bisa didapat kompetitor mereka..
Komentar-komentar disini sangat menarik dan membuka cara pandang lain terhadap kasus sosro ini..
kalau dibuat kesimpulan, Sosro ini bisa dibilang sukses dan di untungkan.
tapi bisa tidak keadaan ini di ambil alih oleh kompetitor? dan apa faktornya..
Trims.
Citra Aqua dan Teh Botol terdengar lebih familiar tentunya di telinga masyarakat. Memang konotasi Aqua dapat diartikan sebagai air mineral itu sendiri, demikian pula Teh Sosro. Masyarakat memang mengenal Aqua sebagai merek terkenal, namun dalam hal ini masyarakat Indonesia tidak fanatik dengan merek produk. Artinya, mereka dapat menerima merek lain yang serupa dengan produk yang familiar tersebut. Namun pamor dan sebutan kesuksesan itu tetap melekat dalam diri produk tersebut karena lebih terkenal di masyarakat. Sekian komentar dari saya. Terima kasih.
Kesuksesan suatu produk diukur dari seberapa familiarnya produk tersebut di mata konsumen. Bukan pembelian produk lain yang sejenis kemudian meruntuhkan kesuksesan produk tersebut.
Produk Aqua dan Teh Sosro memiliki branding yang melekat di masyarakat. Sama seperti merek motor Honda yang lebih terkenal dari produk lainnya. Jadi mereka yang lebih dikatakan sukses di mata masyarakat, bukan produk lain tersebut.
Pilihan masyarakat pada produk lain mungkin didasarkan pada keterbatasan ketersediaan produk tersebut, sehingga konsumen memakluminya walau bukan dengan produk favoritnya. Bukan karena lebih sukses atau tidaknya produk terkenal tersebut.
Tapi setidaknya dia dah mencerminkan suatu produl tertentu, saya juga pernah denger ada istilah di suatu daerah, untuk menyebut sabun cuci maka langsung dengan sebutan wings, entah itu produk lain atau bukan.
Tapi kalo untuk teh botol sendiri, saya pasti menolak jika memesan teh botol tapi yang dikasih merk lain 😀
merk merupakan identitas yang harus diingat oleh konsumen, sehingga jika kita mendengar, melihat kata merk tersebut kita jadi ingat dengan produk tersebut. Jadi merk merupakan yang sangat penting untuk menonjolkan suatu produk
merk harus berkesan dan original biar mudah diingat konsumen
intinya semua berawal dari brand image sesorang terhadap suatu produk. kemudian org tersebut memiliki repurchase thdp produk yang sama sehingga timbul brand satisfaction yang nantinya berujung brand loyality. tujuan repitisi adalah produk itu ingin mengingatkan “ini lo produk anda yang suka anda pakai dan jangan pindah2 yah” 😛
saya punya saudara yang memiliki brand loyality yg sangat tinggi, disuatu ketika ia memesan minum aqua di sebuah mall, namun dia diberi prima, kemudian dia minta aqua (dng tegas) bukan yang lain. ternyata aqua itu tidak ada. hingga akhirnya ia rela turun ke carefour padahal tempat makannya di lantai 4. hahah. memang cukup unik, tapi itu lah brand loyality.
makanya c aqua dan teh botol gencar melalukukan repetisi agar konsumennya yg holic ga pindah kelain hati. semoga bermanfaat. GBU All
aqua hnya salah satu contoh bgmna sbuah merek yg telah menjadi kategori produk, itu krn u/ air mineral masuk kategori produk yg tidak membutuhkan keterlibatan tinggi, ketika aqua tdak ada masih banyak produk dg kategori sejenis dg harga yg lebih murah yag bsa manjadi produk substitusi, dg kualitas yg tdak terlalu jauh..
Comments are closed.