Politikana: Free for All Megaphone

Politikana: Free for All Megaphone

Megaphone

Tagline aslinya Politikana.com sih, politik 2.0. Di mana pembicaraan politik tidak lagi dimonopoli oleh segelintir orang. Dan kini semua orang bisa saling melempar wacana dengan lebih mudah, tanpa harus menunggu forum/event tertentu untuk diselenggarakan. Namun definisi yang tepat menurut saya adalah a free megaphone. Mari kita lihat buktinya.

Megaphone apaan?

Megaphone adalah alat pengeras suara portable. Tinggal comot, angkat, nyalakan dan mulailah berbicara. Mirip dengan blog, atau Wikipedia dimana kita bisa menciptakan halaman baru untuk diisi sesuatu dan disiarkan ke orang lain. Kalau di Wikipedia, mungkin ada tim editor. Dan kalau di blog, kita mungkin masih harus mencari audiens. Politikana punya audiens, tapi tidak ada editor. Editor di-outsource-kan pada pihak ke tiga: the wisdom of crowd. Dan karena wisdom of crowd inilah mengapa Politikana jadi sebuah pengeras suara bebas pakai. Ada sebagian dari crowd yang duduk dalam kubu yang sama, membawa agenda yang sama, dan kemudian meng-”abuse” Politikana. Politikana tiba-tiba menjadi channel privat perpanjangan media komunikasi atau doktrinasi. Which is, mungkin bukan tujuan awal kenapa Politikana dibangun.

Good or bad, jadinya?

Personally, apa yang terjadi di Politikana sekarang ini bagus untuk membangun kemampuan diskusi. Lebih tepatnya,bagi saya, conflict management. Jika Anda terjun di sana, bersiap-siaplah untuk berbeda pendapat. Bersiaplah dengan konflik yang muncul. Dan dalam konteks pemasaran, konflik adalah salah satu bentuk kontroversi yang bisa jadi bahan bakar promosi dan daya tarik.

Namun sisi jeleknya adalah Politikana mungkin tidak akan bisa jadi konsumsi para newcomers dalam bidang politik. Mungkin orang yang jarang berbicara politik menjadi jengah karena begitu masuk dan membaca komentar akan langsung mendapatkan berbagai macam pandangan, dan mungkin konflik sengit yang tidak dicari. Newcomers biasanya senang dengan lingkungan yang “aman” dan “damai”, bukan war zone.

Sebenarnya kandungan Politikana ini, termasuk konfliknya, adalah sangat niche. Akan tetapi, di sisi lain, juga membuat kontenya jadi itu-itu saja. Yang dibahas, karena terdominasi crowd tertentu, menjadi lingkaran yang tidak ada ujung pangkal. It’s getting no where forward.

Apakah ini tujuan asli Politikana?

I really doubt it. Tujuan aslinya mungkin jadi crowd-supported portal sebagai media monitoring perjalanan politik di Indonesia. Tapi politik tampaknya memang mirip OS, ada yang tak ambil pusing dan ada juga yang bersikap fanatik. Dan ketika ternyata banyak fanatik yang justru masuk Politikana, lebih banyak energi yang terfokus ke sana.

What Politikana did wrong?

  • Too few direction. Pancingan diskusi terkontrol memang ada, seperti fitur wacana ya dan tidak yang ada di sidebarnya. Tapi dibanding dengan kontribusi bebas pembaca, arahan ini jadi sedikit tersisih. Kalau agak lebay, mungkin Politikana bisa disebut sebagai chaos/riot chamber 😀
  • Too many noise, too few signal. Yang ini sangat debatable, karena tergantung bagaimana seseorang menyikapi informasi yang ada di sana. Tapi karena too few direction tadi, akhirnya kontribusi-kontrbusi signal jadi kurang terpancing. Yang muncul adalah noise dari agenda-agenda penggunanya yang memanfaatkan Politikana sebagai megaphone.

Kesimpulan

Apapun yang terjadi dengan Politikana saat ini, ada hal menarik yang bisa kita lihat. Fenomena di mana Politikana menjadi megaphone 2.0 adalah sebuah tanda bahwa dunia politik ternyata sangat menginginkan media interaktif. Begitu semangatnya ingin terjun dalam keramaian two-way communication, walau ujung-ujungnya masih memakai corong satu arah.

Konflik adalah bagian normal dalam proses manapun. Konflik bisa mereda akibat kejenuhan sehingga no one feed the troll anymore. Ini adalah early stage dari Politikana yang akan menentukan ke mana sebaiknya Politikana melangkah.

Politikana can die anytime soon. Begitu agenda para penggunanya selesai, Politikana bisa saja sepi dari konflik karena tiba-tiba ditinggal begitu saja. Bahan bakar yang membuatnya jadi ramai pun hilang. Akhirnya diskusi jadi adem ayem, crowdnya berubah. Crowdnya jadi 4L, Loe Lagi Loe Lagi. Akhirnya jadi platform yang tidak punya daya tarik.

Bagaimana menurutmu? Cari masalah -1? Biasa saja +0? Inspiratif +1?

25 thoughts on “Politikana: Free for All Megaphone

  1. Mau komentar, tapi lha wong situs yang mau dikomentari aja ndak bisa dibuka, jadi kekurangan bahan.
    Inspiratif aja deh +1..

  2. biar gimanapun, ini lumayan buat jadi media pelatihan buat masyarakat (sok) kritis yang suaranya pengen diakui tapi ga punya saluran. dalam artian, politikana pastinya bisa jadi sebuah muara yang ngasih jalan keluar buat ngungkapin aspirasi, selain lewat blog. karena, di politikana segalanya bisa terjadi. karena di politikana, semuanya berubah dengan cepat. sama seperti politik yang nyata. 😉

  3. Kalo melihat dinamika dan issue politik yang terus mengalir, dengan sentuhan tertentu mungkin politikana bisa terus menjaga daya tariknya.
    Sentuhan seperti apa? belum terpikir nih. Jadi komen dulu deh 😀

  4. saya nggak mudeng..belum kepikiran apa2..tap saya setuju tentang “dunia politik ternyata sangat menginginkan media interaktif”. Liat aja betapa rame-nya situs-situs berita atau bahkan sosial media dengan kampanye-kampanye dan diskusi elit-elit politik. Malah sampai-sampai di menjelang pemilu di Iran Facebook diblokir..

  5. hehe. inilah proses pembelajaran buat kita, Ton. arah Politikana mungkin saat ini baru menjadi Megaphone for all, tapi memang ini jalan yg harus dilalui. banyak orang berarti banyak pikiran, dan sebuah wadah tentu tidak akan cukup untuk menyenangkan semua orang.

    dari Politikana aku malah bisa melihat bahwa pola pikir kita masih seperti itu. baru cuma bisa mbacot dan misuh-misuh, sedangkan diskusi yg melibatkan pemikiran belum banyak. dan inilah tujuan Politikana, pengen menjadi wadah pembelajaran kita utk berdiskusi dengan lebih mikir.

    thanks for the review. bisa jadi masukan buat pengurusnya.

  6. Dgn momentum spt saat ini, tema politik bisa jd beta trial sbuah aplikasi skaligus ajang diskusi. Klo demam politik berakhir, aplikasi yg udah teruji itu bisa merambah tema2 lain.

    Gimana klo technoana atau marketingana? :p

  7. politikana can die anytime????
    bisa saja terjadi kalau orang sudah tidak peduli lagi sama perkembangan negeri ini. fakta-fakta yang dibahas dalam politikana cukup lengkap, mulai dari daerah sampai di pusat pemerintahan. jika kita melihat kenyataan saat ini, banyak sekali situs-situs media massa online di negara kita. hal ini bisa menyebabkan politikana “mati” atau sepi pengunjung. sebut saja Jawapos, kompas, BBC indonesia, surya bahkan memorandum (media massa yang terbilang baru) pun semuanya punya situs online. Jadi keberlangsungan “hidup” politikana tergantung dari member situs ini dan adminnya, apakah tema-tema yang dibahas up to date atau kadaluarsa. kalau politikana sudah tidak lagi diminati para pengunjung, maka “mati” akan menjemput politikana.

  8. thank you ulasannya berguna buat kita untuk introspeksi diri heheh

    tapi menurut gue masih terlalu mentah untuk dinilai free for all megaphone, umurnya masih seumur jagung, dan dengan sistem user moderated content yang ada sekarang, yang kalau jalan, content sampah akan dngan sendirinya terfilter dan sebaliknya

    jadi waktu pengamatannya terlalu pendek dan ga menyeluruh, sehingga kesimpulannya juga ga objektif hehehe

  9. Politikana can die anytime soon: Tergantung adminnya, kalau terus meningkatkan kualitas isi website dan pembahasan masalah, menjaring member2 baru, promosi, dll saya yakin politikana masih akan terus di minati.

  10. Kalau menurut hemat saya, yang juga pembaca Politikana, saya merasa arah Politikana sudah benar. Yaitu membiarkan penggunanya membicarakan apa saja dengan minimal restriction (dalam nuansa politik tentunya). Selain umur yang masih muda, saya belum bisa menyatakan closely monitoring dari admin sangat diperlukan disini. Memang kadangkala orang yang aktif di dalamnya bisa itu-itu saja, namun saya pribadi melihat ada banyak juga pembaca yang terpacing untuk menulis justru karena merasa Politikana sebagai tempat yang:

    1. Aman untuk memberikan pendapat tanpa merasa takut diboikot atau dibredel oleh admin.
    2. Nyaman karena ada banyak fitur yang memberikan kontrol bagi pengguna lain untuk berpartisipasi dalam menyuarakan pendapat.
    3. Kaya akan “fanatic-user”. Pengguna yang siap memberikan tanggapan apa adanya selama tulisan anda membangkitkan aura mereka yang membaca 🙂

    Perlu saya tulis disini jika saya mengacungkan dua jempol disini (kaki tidak saya ikutsertakan) untuk system yang diterapkan di Politikana +1, 0, -1, sebagai ide brilliant yang secara tidak langsung menjadi perekat bagi mereka dalam mendapat penghargaan atau kecaman atas tulisan yang di submit. Percaya atau tidak, sistem “kecil” ini membuat mereka yang ingin dipuji, entah karena ego, atau memang berhati mulia 🙂 untuk selalu mau kembali mengecheck pendapat yang diberikan oleh pembaca lainnya.

    Kalau ada fitur yang mungkin dapat ditambahkan adalah bagaimana dalam level comment, seseorang dapat “diangkat” komentarnya, warna kotak komentar menjadi berbeda atau mengkilat, jika dianggap bermanfaat dan memiliki kualitas yang baik oleh komunitas, atau “dilipat” sehingga tidak dapat dibaca (kalau ternyata memiliki isi komentar yang getir dan rancu tidak karuan). System ini sudah diterapkan di banyak website yang mendasarkan user generated content (contoh: Youtube, DIGG, etc).

  11. Memang harus baca dulu si ‘Pilitikana.com’, mutlak. Setelah baca baru ngeuh, oh mahluk itu toh maksudnya. Bagi saya sih keberadaannya Oka-Oke saja. Lantas saya berfikir malah tidak ada yang aneh. Di blog, facebook, di portal, di koran ada banyak tulisan model begitu.

    Bedanya memang karena namanya sudah Politikana, lantas yang ditulis sudah tentu soal-soal berkisar politik.

    Saya setuju, kalo Politikana jadi semacam Megaphone. Yaitu alat pengeras suara yang ukurannya kecil, yang bisa bikin suara jadi kencang. Pada saat yang sama bisa membunyikan suara yang jelek jadi makin jelek. (Coba deh keledai suruh bunyi pake megaphone. Hiks..)

    Lagi-lagi megaphone samasekali tidak bisa menyaring, mana berita yang bener dan mana isu sampah. Apalagi orang yang pegang megaphone cuma orang bayaran yang ga jelas juntrungannya.

    Lantas, kalau Pilitikana.com dianalogikan seperti megaphone, maka akan seperti itulah nasibnya.

    Tapi kalau Pilitikana adalah sebuah mimbar bebas berpolitik gaya online, maka menjadi tepatlah adanya. Tapi karena kata ‘bebas’ itulah (apalagi konon tanpa filter tanpa editor), maka rajin-rajinlah membawa alat penyaring saat membaca.
    Dan karena bebasnya juga, kita bebas mem-vote, apakah sebuah tulisan menurut kita bagus, keren, lucu, menarik, jelek, membosankan, basi, dst.

    Banyak tulisan memang aspiratif, bagus adanya. Tapi sebagian lainnya ada yang sama sekali tidak berbobot, konyol, tanpa dasar, tendensius dan (jangan-jangan tanpa data). Kalau begitu adanya, maka jadi GIGO lho namanya..

    GIGO = kalo yang ditulis sampah, ya tetap sampah.

    Mohon maaf ..

  12. Salam,,

    saya pikir politikana bukanlah pionir dalam hal semacam ini. Tapi, untuk usahanya dalam menyemarakkan keinginan masyarakat menyuarakan pendapatnya melalui tulisan, itu yang harus terus di dukung.

    Saya setuju bahwa di situs macam Politikana ada, bahkan banyak anggota yang sifatnya fanatik dan siap berkomentar jika ada artikel yang menarik, perlu diluruskan dan menambah pengetahuan.

    Namun, kehadiran anggota yang hanya ingin eksis, asal tulis, asal komentar juga tidak bisa dihindari. Tapi diharapkan anggota jenis ini bisa belajar dari anggota yang lebih dewasa.

    Satu hal lagi, tetap jalankan politikana dengan semangat independen dan terbebas dari berbagai pengaruh pihak yang ingin mengambil keuntungan sesaat.

    Politik untuk semua,,Tapi tidak semua untuk politik,,

  13. Percuma, semuanya hanya percuma apabila hanya sebagai sarana penyalur aspirasi .Tetapi didalam realitanya hal seperti itu hanya kecil dampaknya sebab , tidak semua masyarakat menggunakan internet dan mengetahui situs itu.

  14. Politik dengan megaphone. Idenya cukup menarik, namun perlu diperjelas pengaruhnya dalam bidang tersebut.

  15. hey, trims kepada Om Gugel yang membantu saya menemukan definisi GIGO – Garbage In Garbage Out, dalam istilah database kan?
    di Facebook saya menemukan cukup banyak nama-nama politikus yang saling minta dukungan pleus menghujat sesamanya. bisa jadi, ini hanya pindahan dari keadaan nyata (merujuk pada kata – (sok)kritis – dalam sebuah komentar di atas. yah, kayak yang di demo-demoan itu lhoh. mereka bisa mendadak jadi simpatisan sesuatu (atau seorang tokoh?) dengan adanya kompensasi tertentu.
    membantu atau tidaknya, adalah tergantung dari apa yang diperbuat lhah…

Comments are closed.

Comments are closed.