E-Paper: Digitalisasi Media Cetak
E-paper tak akan jadi bahasan seru jika bukan karena pilihan Kompas untuk memakai Silverlight dalam rangka mengoverhaul layanan edisi digitalnya. Let’s skip flamewar and trolling ’til next day. Kali ini mari kita ngobrol tentang esensi e-paper itu sendiri terlepas dari platform implementasinya.
Jadi apa sih sebenarnya manfaat e-paper? Kenapa semua media tiba-tiba menawarkan e-paper. Sekedar mengikuti trend tetangga atau karena ada alasan khusus?
Ada hal cukup penting ternyata saya lewatkan sampai saat ini. Ternyata, selain menyasar pembaca koran, e-paper juga punya manfaat bagi advertiser. Manfaat terbesarnya bukan pada peningkatan impresi iklan, namun justru pada fungsi monitoring. E-paper meng-enhance transaksi antara media dan advertiser. Media bisa lebih mudah memberikan bukti transaksi pemasangan iklan pada advertiser. Mudah-mudahan saya tidak salah mencatat obrolan santai dengan ndorokakung kemarin.
Sedangkan, manfaat bagi pembaca ada bermacam-macam. Salah satu yang terbantu dengan adanya e-paper adalah profesional PR. Media monitoring menjadi lebih efisien karena tidak perlu membuat kliping dari potongan majalah dan koran. Fungsi kliping cukup bisa dilakukan dengan jalan mendownload halaman yang diinginkan. Tentu saja jika platformnya memungkinkan.
Dengan sedikit uraian manfaat e-paper di atas, apa iya e-paper itu cukup dilakukan dengan mengkonversi bentuk tercetak ke bentuk digital?
What is wrong about e-paper?
Ada beberapa hal yang mengganggu pikiran saya. Pihak media tentu saja ingin mempertahankan brand dan segala karakteristik media tersebut dalam format digital. Namun tentu saja media cetak dan digital punya karakteristik yang berbeda. Monitor tentu saja susah menyamai ukuran tinggi dan lebar koran. Membawa lebar dan tinggi koran ke dalam format digital tentu saja bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi pembaca. Bentuk tercetak yang dibatasi oleh jumlah halaman dan dimensi, harus memuat semua berita yang ada hari itu. Bentuknya yang lebar membuat proses pemindaian berita oleh pembaca menjadi lebih mudah. Majalah yang bentuknya lebih kompak, lebih mengandalkan daftar isi untuk menfasilitasi kenyamanan tersebut.
Kualitas media dan design tentu terlihat lebih ciamik dalam format digital, sama persis seperti yang dilihat designer di mesin mac mereka. Namun bagi pembaca edisi digital, konsep layout dikendalikan oleh motivasi yang berbeda. Tujuan akhir layout tidak lagi untuk memenuhi sebanyak mungkin berita dalam satu lembar, namun lebih ke kecepatan pencarian informasi dan kelengkapan informasi. Berpegang pada prinsip yang sama, kita jadi bisa mengerti kenapa Digg, Alltop, Reddit dan lain-lain bisa meraih hati pembaca hanya dengan menyajikan headlines. Mereka bahkan tak memiliki beritanya.
Bagi saya, berita utama adalah berita tentang teknologi. Jika saya bisa mencetak koran sendiri mungkin halaman pertama adalah berita teknologi dari penjuru dunia, halaman kedua berita finansial. Berita tentang politik ditaruh di halaman 15 saja. Sepakbola mungkin saya beri satu kolom di halaman 16. Media cetak punya keterbatasan harus memuaskan semua orang karena hanya 16 halaman itulah yang akan menghubungkannya dengan pembaca. Berbagai macam trade off harus dilakukan demi mencari titik tengah di mana semua orang bisa puas. Walaupun mereka tahu pasti bahwa tidak akan ada yang puas.
Beralih ke media digital yang tidak mempunyai keterbatasan ruang simpan dan dimensi panjang lebar, kenapa e-paper harus didefinisikan sebagai fotokopi digital? Kenapa keterbatasan media cetak justru dipaksakan pada media digital?
Can we make it better?
Membuatnya jadi lebih baik bukan juga hal sepele. Ada beberapa hal dan kepentingan yang tersangkut dengan e-paper.
Yang pertama adalah user focus. Dua pengguna utama adalah advertiser dan pembaca. Keperluan advertiser bisa saja bertolak belakang dengan keinginan pembaca. Advertiser mungkin menginginkan navigasi yang meningkatkan impresi iklan sementara pengguna justru tidak menginginkan iklan. Pembaca lebih careless terhadap layout dan iklan namun lebih menghendaki informasi yang akurat dan pengayaan media.
Yang kedua adalah platform of choice. Mana yang akan diprioritaskan? Feature oriented berarti yang terpenting adalah memberi sebanyak mungkin fasilitas. Bahkan mungkin lebih mengarah ke setting new standard. Memilih teknologi baru bisa jadi salah satu strategi.
Atau ingin lebih cenderung ke jangkauan distribusi (reach)? Pemilihan prioritas ini berarti harus memakai teknologi yang sudah umum dan pasti dimiliki oleh semua orang. Flash, Javascript dan HTML 5 bisa jadi pilihan platform. HTML 5 memang belum sepenuhnya didukung semua browser. Namun dari kecenderungan yang terlihat tampaknya HTML 5 tidak akan mengalami penolakan oleh pengguna internet. Justru HTML 5 menjadi hal yang dinanti karena akan bisa menjawab kesulitan yang selama ini sering dijumpai dalam pengembangan aplikasi web.
Dua orientasi di atas akan menentukan kompleksitas proses digitalisasi media cetak. Dan tentu saja perhitungan biayanya juga pasti akan berbeda.
Jadi, sebaiknya e-paper ini didefinisikan sebagai pengalaman web yang di-enhance atau cetakan digital yang sama persis dengan edisi cetak?
6 thoughts on “E-Paper: Digitalisasi Media Cetak”
menurut saya, e-paper harusnya adalah paduan antara enhance dan juga digitalisasi dari print-outnya. kenapa? supaya koran/media tersebut ga kehilangan ciri khas dan idealismenya, sekaligus juga ga kehilangan pembaca yang ditujunya..
IMHO, kompas.com sudah
memenuhimengarah ke itu semua:– user focus
– platform of choice
– jangkauan distribusi
gw rasa Kompas.com adalah e-paper (atau e-Kompas atau apalah) yang sebenar-benarnya. yang lain seperti kompas iPhone & blekberi cuma inovasi coba-coba di teknologi spesifik.
Mungkin lebih ke pengarsipan dan dokumentasi publik. Saya bayar mahal utk foto nikah saya meski saya tahu nggak akan tiap hari liat ft2 itu. Kurang lebihnya mungkin spt itu.
mirip seperti mas budiTyas…perbedaan experience yang didapt dari web yang rapidly. dan perbedaan pengalaman media cetak perlu menjadi acuan utama. Sekarang sekarang ini keterbatasan media cetak yang akhirnya membuat runtuh justru menjadikan konvergensi ke digitalisasi menjadi pilihan santun, dan bijak.
lalu permasalahannya , bagaimana membentuk add value atau unique selling point dari e-paper.
setelah itu, bagaimana membentuk revenue untuk epaper / mungkin ebook tersebut ?… ahh saya pikir nanti saja saya bahas di blog sendiri.. 🙂
@ Atas
Mungkin untuk revenuenya didapatkan dari faktor ketidaknyamanan membaca lewat web atau e-paper, jadi orang akan memilih untuk membeli koran langsung daripada melihatnya lewat Internet mungkin mereka akan beranggapan “Halah, koran cuma 3500 perak aja susah, mending beli aja” tapi Who knows
Well..dengan adanya epaper tambah enak dunkz…orang ga harus gotong2 susah payah kertas segede itu to tinggal buka laptop asal ada inet da beres…cuman gara2 kompas ganti jadi silverlight bikin susah buat download sih xD
Tp dengan era teknologi semua harus bisa dibuat jadi seinstan dan semudah mungkin~ soalnya ga usah repot2 lagian skrg lagi global warming dan kita bisa ngurangin masalah penebangan pohon melalui pengurangan penggunaan kertas~
Comments are closed.