Iklan: Untuk Pemirsa atau Citra Produk?
Satu hal yang saya catat tentang periklanan Indonesia adalah penyajian iklan yang…. hmm apa yah… ndeso! Bila anda merasa demikian, pasti anda telah menangkap maksud saya, yaitu iklan-iklan yang terkesan murahan banget. Tanpa casting, tanpa konsep, hanya tujuan menampilkan suatu produk dibarengi jingle-jingle yang gampang diingat. Beberapa di antaranya adalah iklan sosis siap makan. Tak perlu disebutkan yang mana khan?
Dari sekian banyak iklan yang saya lihat, terutama ketika masih tinggal di Amerika Serikat, ada beberapa yang justru menarik untuk berhenti dan menyaksikan. Bahkan karena lucunya, justru merekomendasikan ke teman di sekitar kita yang kebetulan melewatkan iklan tersebut. Tapi sejak di Indonesia, belum menemui iklan yang membuat saya mau mengulang dan menikmati lagi iklan tersebut.
Bila dilihat orang-orang Indonesia secara rata-rata, tentunya masih belum bisa dianggap setara dengan pemirsa di Amerika Serikat. Begitu juga dengan selera humor dalam iklan-iklan tersebut. Tapi jangan salah juga, banyak pemirsa di Amerika Serikat yang masih terbelakang dan tidak mengenal dunia luar lho. Meskipun secara persentasi masih lebih kecil.
Selain dari keterlibatan pemirsa, dari sisi perusahaan yang memasang iklan sudah pasti mau memperkenalkan produk atau layanannya. Berbagai cara dilakukan untuk menarik perhatian, termasuk dengan jingle-jingle yang gampang diingat tadi. Tapi di satu sisi, perusahaan juga ingin menampilkan citra tersendiri dari produk, layanan, serta perusahaannya.
Setelah menelusuri lebih dalam, sudah mulai bisa diterima mengapa beberapa iklan itu sangat..iuhh! Selain target yang berusaha dicapai adalah masyarakat umum yang seluas-luasnya, alias sekali hantam seribu pulau terlewati, juga taraf pendidikan dan budaya mereka masih lain dengan sebagian orang yang lain, contohnya orang kota yang telah mengkonsumsi banyak hiburan barat.
Selain itu juga ada kecenderungan yang mengukur hasil marketing dari nilai penjualan, bukan sekedar menunjukan citra produk atau perusahaan, sehingga maunya cepat menghasilkan. Dampaknya yang paling terasa adalah perhatian pemirsa menjadi prioritas utama dalam beriklan, entah citra perusahaan atau produk yang macam apa tidak terlalu dipedulikan.
Demikianlah sedikit ulasan tentang iklan-iklan di Indonesia yang begitu… iuhhh! Apa benar karena kita masih ndeso jadi harus dijejali dengan iklan-iklan semacam itu? Kiranya ada yang ditambahkan, silahkan bergabung.
18 thoughts on “Iklan: Untuk Pemirsa atau Citra Produk?”
Tentu iklan mereka juga kreatif – kreatif gak sekedar iklan datar di Billboard yang besar dan pointless langsung pada promosi, di Amerika serikat mereka memiliki iklan – iklan kreatif. Bila anda memang bener – bener ingin melihat contohnya anda bisa melihatnya di website salah satu freelance designer Francesco Mugnai http://blogof.francescomugnai.com/category/inspiration/
contoh2 nya asik 🙂 tetap menarik walaupun pesan tdk sampai pada 1 tarikan.. karna tetap ingin melihat uique-nya lama lama jadi tau deh 🙂
yang paling jelas itu di industri film, dulu pernah terlibat dikit kesana, ide awal film udah manteb bener, dah ngebayangin alur crita yg ga biasa dll tapi pas sampe jadi dan masa produksi malah jadi di rombak sana sini, alasan nya simple, “ntar penonton ga ngerti”
yah apa mau di kata, film horor cheesy dan yg menampilkan cewe2 bahenol ga jelas emang masih jualan banget, ntah sampe kapan baru bisa kayak di amerika..
Wow pernah terlibat mas Richard ?
Keren!!!!!
Ehm
Mungkin iklan – iklan yang merangsang penonton untuk tetap menonton itu ya kayak gitu mungkin pake cewek – cewek yang bahenol kayak Iklan A*e yang selalu ada cewek bahenolnya 😀
Tentunya iklan objectivenya macam2. Mo langsung ngefek ke sales, mo jaga awareness aja, ato yg lain. Barusan jg nganalisa iklannya capres di blog, n saya pikir, selama objectivenya jelas, iklan yg paling bagus adalah iklan yg paling dekat menuju tujuan. Bukan masalah indah atau tidaknya dari sisi estetis.
Seingat saya, dulu ada award khusus bagi iklan2 yang kreatif, tapi sekarang koq gak pernah saya dengar lagi ya? Padahal award ini cukup bagus untuk mendorong/memotifasi para pembuat iklan untuk lebih kreatif dalam membuat iklan.
mungkin banyak intervensi dan ngak fair menurut peserta
Salam,
menarik sekali judul post ini. Saya baru tersadar klo kebanyakan iklan yang dibuat di Indonesia saat ini lebih cederung untuk citra produk, mungkin karena memang tujuan dari iklan sendiri ya..untuk memasarkan produk.
ngak usah jauh jauh, iklan politik yang nyontek banget dan web yang kloning Obama aja justru lebih bagus hasilnya.. tentu hal ini berefek kepada jenis iklan. Mau lebih tinggi ? yakin grass root bakal ngerti ….
salah satu jenis komunikasi knp langsung direct ke penghasilan dibanding citra, tidak lepas dari kebiasaan hasil instant tanpa memiliki pondasi. yang terakhir dan terparah adalah masih banyak penikmat iklan yang berpikir satu kali jalan cerita dibanding 2 / lebih. akibatnya yang terbiasa berpikir lebih justru dianggap ngak nyambung and thus…. idem “iuhhh”
bad ads… 🙁
oia, sbnarnya iklan di INdo ada yang agak menarik seperti masalah “cowo atau pria” tapi sayang ending ceritanya justru anjlok banget..
Mungkin biasanya gitu karena ngejar waktu *Deadline* atau keterbatasan dana kali ya
Dan satu lagi yang jadi koreksi, banyak iklan tv di indonesia itu hasil plagiat.. gimana bisa bikin inovasi iklan yang kreatif, wong banyak yang mental copas begitu.
Selama targetnya adalah semua orang tanpa ada segmentasi, akan selalu ada trade off dan jalan tengah dalam pembuatan iklan. Mirip dengan kisah yang disampaikan Richard itu. Yang akibatnya menimbulkan persepsi ndeso bagi sebagian orang. 20/80?
sepertinya di Indonesia banyak pengiklan yang belum memahami “branding” dan hanya “sekedar beriklan”
saya ndak tau sapa nyang dodol. secara mah y, iklan produk tuh musti pke yang nginclong n bening. aga merasa terintimidasi secara fisik deh jadinya saya 😛
HA HA HA HA, masih ketawa Mbah Surip
menurut saya, iklan di Indonesia jauh lebih baik kualitasnya daripada sinetronnya…
paling nggak ada kemajuan tontonan, haha 🙂
klo menurut saya sih iklan di indonesia tuh menarik dan iklan yang dibuat itu untuk pemirsa malahan bukan untuk citra produknya. ada yang masih ingat ga tentang iklan RONC*R?? itu iklan memang kampuang buanget. kesannya dipaksa karena ga ada modal. pa lagi model2nya..wueks…he9. orang2 bilang kampung lah, jelek lah. nah ini yang menjadi kekuatan wom (word of mouth). apalagi orang indo yang suka banget denger gosip atau yang jelek2 ttg sesuatu. semakin banyak orang yang berkata miring pastinya akan disebarkan lagi ke yang lain dan secara tidak langsung mereka memeberitahu tentang prosuk itu kepada org lainya. hasilnya si RONC*R mampu membuat sebuah telekuis di salah satu televisi ternama dgn hadiah mobi BMW. semoga iklan di indonesia terus berkembang…dan semoga post saya berguna…AMIN..
thx
GBU all
wah kalo menurut saya bukan begitu…
kalau dari mata saya justru advertiser Indonesia itu sangat kreatif dan object oriented (kayak software aja hehehe)…
kenapa?!
karena :
1. kultur kita sudah pasti berbeda dengan di Amerika, eg: bikin iklan ekstrim sedikit di protes oleh komunitas” tertentu di Indonesia. yang secara garis besar menggambarkan kalau kultur Indonesia yang sulit menerima perubahan masih melekat.
2. di luar negeri terutama negara maju seperti Amerika Serikat mereka menonton Televisi untuk beristirahat dan mayoritas (mungkin) males ganti-ganti channel Televisi sehingga pasti akan memperhatikan dengan seksama iklan yang terlibat dalam sebuah program acara tertentu. beda dengan mayoritas masyarakat Indonesia, Televisi itu pelarian dari stress jadinya orang kalo iklan pasti diganti channelnya mereka gak ada waktu untuk melihat dan mendalami kandungan pesan (esensi) dari sebuah iklan (pengen buru-buru tenggelam dalam kisah hidup “fitri” dalam sebuah sinetron… hehehehehehe)
sehingga iklan di Indonesia harus bisa bermata dua, selain memiliki kreatifitas dan ideologi pembuatnya dia juga harus bisa dicerna dengan hanya sekali kejapan mata.
3. masyarakat kita tidak bodoh dan juga tidak terbelakang, hanya saja mereka masih harus memikirkan hal-hal lain yang harus dihadapi dalam kehidupan nyata. Sehingga kadang iklan yang bagus secara esensi buat mereka tidak lebih menarik dari iklan yang sebenarnya jelek tapi lebih bisa dengan cepat mereka tangkap maksudnya tanpa harus memperhatikan dimana sisi humornya.
4. dan nggak semuanya Orang Indonesia senang gosip dan berita miring, cuma satu yang lagi jadi fenomena di Indonesia “Semua orang ingin menjadi yang teraniaya atau berandai” menjadi orang yang teraniaya”, sehingga bisa melakukan revenge. sikap seperti ini umumnya membentuk suatu trust dengan yang senasib sehingga mereka lebih bisa masuk kedalam alam pikir orang lain yang menurut mereka senasib. Inilah yang dengan cermat di tangkap oleh sebagian advertiser. contohnya: iklan R****R, atau iklan sabun cuci yang anaknya ngotorin baju ibunya (pasti banyak ibu-ibu rumah tangga yang merasa di perjuangkan haknya kalo nonton iklan itu… bener gak sih?! hehehehehhehe)atau istri koboy yang harus nyuci celana jeans suaminya, dll…
Jadi menurut saya advertiser itu tidak bisa dinilai dari hasil jadinya, tapi dari sejauh mana para advertiser itu bisa menyelami masyarakatnya dan menghasilkan iklan-iklan yang mengena ke masyarakat (calon konsumen). Karena mungkin (mungkin lho) advertiser Amerika akan sulit membuat iklan untuk masyarakat Indonesia dan vice versa.
Pertanyaannya adalah sebagai advertiser sejauh mana anda mengenal lingkungan anda ketimbang melakukan pre judgment yang belum tentu tepat ?! karena sesuai pepatah lama, tak kenal maka tak sayang…. thx and peace… 😀
Iklan sosis dan produk2 “saudara”-nya memang kelihatan ndeso.. Ato kalo menurutku, memang SENGAJA dibuat seperti itu – bukan karena mereka tidak bisa bikin yang bagus.. Buktinya, dengan pendekatan ini produk2 JAPFA (produsennya) banyak yg menjadi top sales hampir di semua gerai!
Dibahas melalui teori marketing pun, saya rasa strategi mereka tdk terlalu melenceng kok.. Kebanyakan consumer goods, jika dipandang dr sudut konsumen, termasuk dalam low-involvement purchase, yg artinya attitude toward brand bukanlah faktor yg penting dalam proses pembelian.. Ketika mereka sudah cocok dgn rasa, harga, dan tenaga (mudah tdk didapatkan), ya sudah.. they buy it.
Comments are closed.