Monday is Monday…
Satu budaya yang masih tersisaย dalam dunia customer service adalah gampangnya memberi janji, tanpa memikirkan resiko untuk menepati. Selama dua bulan terkahir, saya telah berhadapan dengan sejumlah toko, perusahaan, maupun individu, yang melibatkan suatu transaksi, termasuk pengiriman barang maupun layanan jasa.
Setelah dijalani, boleh dibilang persentase sukses dan tepat waktunya hanya 75%. Dengan kata lain, hampir semuanya meleset dari janji yang mereka buat sendiri. Yang lebih parah lagi, janji yang mereka buat selanjutnya juga masih luput dari apa yang mereka lontarkan sendiri.
Faktor Umum
Hal yang paling umum terjadi adalah kualitas SDM yang sangat payah, dalam arti lamban dan tidak bertanggung-jawab. Para staff yang harusnya bekerja sebagai suatu tim, tidak mempunyai kesadaran yang cukup untuk berkarya. Bahkan umumnya yang masih berpendidikan kurang masih cenderung bekerja dengan gaji buta, alias asal setor muka.
Suatu instansi kadang juga mengandalkan kerjasama dengan pihak ketiga untuk memenuhi permintaan pelanggan. Sehingga kadang kala penundaan bukan lagi wewenang kita, melainkan merupakan hasil karya pihak ketiga. Yang lebih parah, kita tidak lagi punya wewenang untuk mengkontrol kinerja bawahan mereka.
Masalah yang terakhir biasanya terjadi akibat keserakahan dalam mengambil suatu proyek. Anda tentunya selalu pingin lebih dengan cadangan proyek yang menunggu sehingga revenue tidak terganggu, yaitu dengan cara menerima proyek lebih dari kemampuan. Hasilnya anda harus bekerja tanpa ingat waktu, stress karena kurang istirahat, dan jadwal jadi amburadul. Mungkin saja anda seorang kontraktor interior, tapi koq mengambil proyek pembuatan logo?
Masalahnya…
Klien anda juga punya batas waktu yang harus ditepati. Tidak hanya janji yang dilontarkan kepada kliennya, tapi kemungkinan beliau membutuhkan barang dan jasa tersebut demi kelancaran bisnisnya. Wajar saja, bila memang reputasinya yang dipertaruhkan, beliau jadi lepas kontrol dan mencaci-maki anda bila terlambat terus menerus.
Penawaran Solusi
Hal yang paling gampang adalah mengerti kapasitas kita sendiri. Termasuk apa yang mampu kita tangani dan berapa banyak jumlahnya. Bila memang limpahan proyek jadi semakin banyak, itu artinya anda telah sukses dan waktunya untuk menambah orang dalam tim anda.
Cobalah untuk menambah jumlah hari yang dijanjikan dengan tujuan untuk memeriksa ulang pekerjaan anda. Selain untuk menjaga kualitas, anda punya tenggang waktu yang lebih lega untuk menyelesaikan pekerjaan. Bila pekerjaan selesai lebih awal, bukankah ini suatu kejutan tersendiri bagi pelanggan?
Kadang kala memang kita salah perhitungan dalam memberikan janji. Akibatnya kita melewati janji hari yang kita berikan, bahkan jauh dari hari yang ditentukan. Sebaiknya anda sebagai pihak yang bertanggung-jawab untuk tetap bersikap profesional. Kalau memang parah, bersiaplah untuk merelakan sesuatu, seperti diskon tambahan atau voucher untuk pembelian berikutnya. Demi hubungan kerja, bukan sekedar profit.
Apa pendapat anda? Apakah setuju ini merupakan suatu budaya yang harus dihapuskan?
5 thoughts on “Monday is Monday…”
kalau banyak2 ingkar janji, damprat saja mas, daripada bikin tekanan darah naik ๐
Dear Navinot,
saya amat sangat setuju dengan konsep pemikiran yang disampaikan. kalo saya perhatikan, ini sih hubungannya dengan individu, dan jelas konten yang saya maksud disini mengacu pada SDM.
harus ada penyeimbang dalam menghadapi tuntutan (project). Entah menambah resources, ataupun `menyekolahkan` resources.
pelatihan dan pengembangan diri karyawan merupakan hal yang penting & tidak bisa dianggap remeh. Dikarenakan `tuntutan` tersebut, in my opinion, tidak sedikit karyawan yang dipekerjakan bukan pada bidang keahlian / minatnya, sehingga hasil-pun tidak sesuai yang diharapkan.
karyawan pun sering bekerja secara otodidak, karena perusahaan tidak mau `menyekolahkan` karyawannya. sehingga bagi saya karyawan bukan single subject yang dipersalahkan
saya menilai, ini seharusnya tugas HRD sebagai badan yang berkewajiban mengatur balance Resource Development.. tapi akhir-akhir ini HRD lebih banyak cuman sibuk ngurusin honor dan kejar-kejaran kongkalikong pajak karyawannya..
CMIIW
Regards,
PT
sebenernya sih setuju banget.. apalagi biasanya top management tidak melihat bagaimana prosesnya dan hanya spekulasi, akibatnya tidak meminta tengat waktu yang cukup..
selain ituh
[..asal setor muka…] masalahnya budaya mengatakan, kalo kerja ya harus keliatan sedang bekerja.. Walaupun ujung ujungnya tau beres
Wah betul banget tuh, kebetulan saya pernah bekerja sebagai costumer care, memang kadang pengennya cepet aja biar gak ditanya2in lagi ma pelanggan atau mikirnya,” akh cuek aja lah”. Ini nich yang harus dihilangkan dari pikiran2 orang yang bekerja di costumer care khususnya, karna akan membahayakan perusahaan itu sendiri.
Anggap aja perusahaan itu milik kita sendiri ๐
aduuh,,, bicara tentang janji saya jadi ingat diri sendiri. saya tidak pernah berjanji (sebisa mungkin, meski malah nampak berjanji juga). sebab saya tau memori saya untuk mengingat pesan tuh aga korslet.. kyahahah.. ๐
Comments are closed.