Desentralisasi Komentar

Desentralisasi Komentar

comment decentralization

Di mana seharusnya komentar diletakkan? Bersama dengan konten atau boleh di luar konten? Selama ini kita terbiasa dengan model blog, kita menaruh komentar di dekat dengan konten. Sebenarnya ada cara untuk meletakkan komentar di luar konten yakni lewat mekanisme trackback, namun cara ini sepertinya justru tidak populer.

Menaruh komentar di luar konten membuat perbincangan akan konten menjadi tidak terintegrasi. Trackback kadang tidak dibaca oleh komentator lain karena harus ada ekstra klik untuk meraihnya. Akibatnya pembuat trackback menjadi kurang termotivasi untuk menaruh komentar di tempatnya sendiri.

Tapi tren yang bergerak saat ini justru sebaliknya. Komentar makin terdesentralisasi, baik kita sadari atau tidak. Seiring dengan penambahan alat produksi konten yang baru dan ramainya saluran-saluran publik.

Sekarang kita menarik semua konten menarik ke Facebook. Kita sebarkan pada teman-teman kita dalam bentuk notes atau foto. Komentar dan Likes pun akan berdatangan, tapi menetap di Facebook dan tidak di konten orisinilnya. Hal serupa berlaku dengan Twitter, Friendfeed dan perkakas social media yang lain.

Pemberi komentar dan penyebar konten memang tidak mau pusing. Kalau lebih mudah dengan praktik semacam itu (terdesetralisasi) kenapa harus dibuat repot dengan pergi ke tempat konten yang sebenarnya (yang mungkin terkubur dalam sejumlah rangkaian tautan)? Yang (sok) pusing justru pemilik konten. Dia merasa komentar tersebut harusnya menetap di blog-nya dan tidak tersebar di mana-mana.

Saat Sidewiki muncul, blogosfer kembali ramai. Tidak hanya karena wacana disentralisasi komentar tapi juga karena Sidewiki diinisiasi oleh Google. Kenapa Google justru mempromosikan pemodelan data yang berantakan?

FYI, konsep Sidewiki sebenarnya tidak sepenuhnya baru. Banyak usaha serupa yang pernah muncul namun tidak menuai sukses. Dulu saya sempat memakai Trailfire, namun terasa kurang intuitif implementasinya. Plus tidak banyak yang turut serta, akibatnya tidak ada insentif yang cukup untuk bertahan menggunakan cara semacam itu. Glue dari Adaptive Blue juga punya model yang sama dengan Sidewiki, yakni menganotasi (annotate) konten.

Menurut Anda bagaimana? Desentralisasi komentar, apakah oke-oke saja? Untuk tambahan perspektif, ada tulisan bagus: Tummling, SideWiki, Twitter and the Tragedy of the Comments revisited

Happy Monday peeps!

8 thoughts on “Desentralisasi Komentar

  1. Jika secara database sentralisasi tapi dalam input maupun display bisa desentralisasi sebenarnya sangat bagus. Dalam arti, komentar di manapun akan menginput database yg sama. Sayangnya tidak ada kesepakatan bersama untuk itu. Jskit atau disqus sebenarnya ide bagus, hanya saja database sentral jadi tdk bisa terpenuhi krn mereka bekerja sendiri – sendiri.

  2. Komen itu sebaiknya dianggap sebagai konten yang menjadi milik pribadi. selayaknya jg social graph (social network), asset management (sapa yang boleh liat info, sapa yang boleh liat foto), dan asset storage (foto disimpen di flickr, social graph di facebook, blog IT di navinot, podcast di temanmacet..hehe). Dari sisi ini, komen cuma menjadi aset.

    Perlu ditekankan bahwa perbedaan ini cuma konseptual. boleh disebut komponen, entity atau service lah. Tidak harus punya antar muka. WordPress boleh saja menyimpan komennya di Disqus. Antar mukanya boleh di agregasi di friendfeed. Tidak ada masalah.

    Aku malah ga setuju kalo databasenya sentral, tapi displaynya desentralisasi. Menurut aku (with all do respect)… ini konsep kuno. Yang penting adalah abstraksi servis itu sendirinya jelas.

    Navinot contoh jelas dalam hal ini. Aku ngerasa komen ini terbuang lepas dari komen2 aku lain yang tersimpan di disqus, blog indonesia-ku di geeks indonesia, maupun blog inggris-ku di ronaldwidha.net.

    Apa lebih baik aku ngeping back aja dengan konsekuen tidak visually integrated dan ga bisa ‘berlangganan komentar baru’ dan ga bisa threaded conversation jg? sayang kan? karena setiap ide kita, menjadi bibit diskusi yang menarik dan seharusnya menjadi asset pribadi dan bukan cuma komunal di platformnya.

    1. @ronald
      Mungkin yang anda maksud sentralisasi person? Yang saya maksud adalah sentralisasi comment page, dan itu bisa dibuat unique dan portabel. Katakanlah page ini saja. Misalkan secara portabel bisa diembed di manapun, orang bisa melihat dan berkomentar dengan lebih fleksibel, sementara page artikel sebagai id unik tetap mudah dikenali.

  3. …..pemilik konten. Dia merasa komentar tersebut harusnya menetap di blog-nya dan tidak tersebar di mana-mana.

    sempet juga berpikir seperti itu, namun setelah saia cermati terdesentralisasi atau pun tidaknya yang penting buat saia adalah ‘apakah konten saia itu ada yang mengomentari atau tidak?’ dan memang komentar memberi pengaruh yang lumayan bagus bagi saia, karena secara dasarnya bahwa tulisan kita itu ada yang memperhatikan (baik itu komentarnya positif ato negatif) dan bisa juga dalam sebuah komentar itu saia mendapatkan sebuah inspirasi untuk bisa membuat tulisan selanjutnya.

    walopun memang bagus desentralisasi sebuah komentar (kepengennya seeh saia juga begitu), tapi apa boleh buat kita kembalikan lagi kepada si pemberi komentar, contohnya saja ketika saia mengkoneksikan/meneruskan tulisan di blog saia (via alamat feednya) ke catatan di fesbuk malah banyak/lebih banyak komentar yang nyangkut di note fesbuk (bukan pada tulisan asli di blognya) tp saia it’s oke lah.

    #nyambung ga seeh komen saia ini (doh)

  4. desentralisasi oke-oke aja,toh niat pertamanya kan menyampaikan informasi melalui postingan.

    tapi ga dipungkiri banyak blogger yang gak rela jatah page view (traffic) yg seharusnya lari ke blog,malah jadi ke notes,twittter dll.

  5. kalau saya, menerapkan multiplikasi (duplikasi) untuk semua komen yang saya buat 😀 supaya bisa di track saya ngomen dimana.

    dan, memang, dari sisi content owner, mereka buta sama sekali kalau ada orang yang ngomen diluar blog mereka.

    *masih belum baca2 soal sidewiki ini

  6. menurut saya lebih bagus komentar biasa (di dalam konten), sehingga ajang/wadah pembicaraan hanya satu dan menjadi lebih fokus (seperti forum)

Comments are closed.

Comments are closed.