Managing Growth in Start-Ups

Managing Growth in Start-Ups

dubai

Sudahkah mendengar kasus terakhir tentang Dubai? Sebuah proyek yang dijalankan oleh pemerintah lokal untuk membangun suatu negeri impian dan manjadikannya pusat tujuan wisata di Timur Tengah. Kabar terakhir, perusahaan investasi yang didukung oleh pemerintah setempat telah menyatakan bangkrut dan memutuskan untuk berhenti melakukan pembayaran. Tentunya banyak hal yang terkait akan hal ini, namun bila Dubai diibaratkan sebuah start-up, maka Dubai adalah contoh sebuah start-up yang berkembang terlalu cepat.

Less is a Problem

Budaya start-up di Indonesia selalu identik dengan situasi ‘tidak ada modal’ ataupun ‘tanpa investor’. Sehingga para pelaku harus berusaha dengan modal dari kantung sendiri. Namun dalam perjalannya, pengusaha jadi lebih jeli dan irit dalam mengatur anggaran belanja. Bahkan lebih cenderung untuk sudah berkembang karena keterbatasan dana.

Too Much is Not an Assurance

Mempunyai cadangan dana yang besar juga bukan jaminan akan kesuksesan suatu start-up, termasuk Dubai. Dengan dana yang hampir tidak terbatas, pengusaha cenderung untuk lalai akan anggaran, dan membelanjakan hal-hal yang kiranya bisa diirit.

Kecenderungan lain adalah keinginan untuk tumbuh dengan cepat, bahkan terlalu cepat. Bila biaya tidak terbatas, kita bisa lebih leluasa untuk menambah tenaga kerja, menyewa lokasi baru, atau hal-hal lain yang dianggap bisa meningkatkan kinerja perusahaan. Namun belum tentu semuanya berjalan seperti yang kita harapkan.

A Few Things to Consider

Berikut adalah beberapa hal yang kiranya dianggap serius dari segi tanggung jawab keuangan, yang kiranya perlu pertimbangan lebih jauh sebelum mengambil keputusan.

Tenaga Kerja – Tenaga kerja merupakan suatu komitmen dari perusahaan untuk menghidupi para pekerjannya. Selain itu, jumlah pekerja yang dikali oleh gaji masing-masing umumnya merupakan beban terbesar dari suatu perusahaan. Tidak heran bila PHK adalah pilihan umum untuk mengencangkan ikat pinggang.

Office or Retail Space – Sebuah start-up perlu akan adanya suatu ruangan untuk bertemu dan bekerja sama, walaupun kolaborasi secara online sudah dianggap umum. Namun dalam beberapa kasus, lokasi sangatlah diperlukan. Yang perlu diketahui, tiap lokasi selalu membutuhkan biaya-biaya tambahan lainnya, seperti alat kantor, line telepon dan internet, serta persyaratan lainnya sebelum ditempati.

Fixed Cost – Butuh komputer? Meja kursi kantor? Itu adalah beberapa contoh item yang lebih umum dibayar di depan. Pertimbangannya adalah apakah peralatan tersebut akan menghasilkan? Apakah ada perbedaan dari segi revenue untuk membeli 2 meja atau 10 meja?

Contract (with Penalty) – Dalam bisnis tidak jarang kita mendengar akan istilah kontrak, yang umumnya merupakan suatu perjanjian berjangka dan biasanya menyertakan denda bagi pihak yang melanggar janji. Kontrak dalam jumlah besar tentunya juga menjadi beban bagi perusahaan, termasuk penalty yang harus ditanggung.

Depreciation in Value – Penurunan nilai sangatlah umum dalam perangkat elektronik. Apa yang kita beli hari ini dengan cepatnya turun harga, bahkan belum banyak hasil yang diperoleh. Oleh karena itu jelilah untuk memilih perangkat elektronik dan komputer yang kiranya sesuai dengan kebutuhan.

It’s a Process

Entah satu tahun ataupun satu bulan, semua itu merupakan sebuah proses. Proyek satu juta dollar mungkin akan mendapatkan banyak bantuan publikasi, namun bukan berarti revenue akan datang di hari yang sama dan break-even akan muncul di minggu selanjutnya. Semuanya harus melewati tahapan-tahapan penting dan pasti akan ada penyesuaian yang harus dilakukan.

What about Revenue?

Satu hal yang paling menonjol dari kegagalan Dubai adalah faktor revenue. Dubai menanamkan investasi yang begitu besarnya, tanpa melewati banyak tahapan. Satu bentuk investasi belum banyak menghasilkan, namun sudah mulai menanamkan investasi lain yang juga masih tanda tanya. Tunggulah sebentar dan lihatlah reaksi pasar.

In Start-Up Case

Dalam lingkungan start-up, terutama web start-up, perkembangan yang terlalu cepat juga mempunyai tanggung jawab lain. Seperti penambahan server yang harus diimbangi dengan jumlah pertumbuhan trafik, juga beberapa orang yang harus siap sedia untuk merawat aplikasi tersebut.

So, what have you learned from Dubai?

PS: Untung tidak jadi beli rumah di kompleks The World or The Palm. Nilai jual sudah turun 40%.

9 thoughts on “Managing Growth in Start-Ups

  1. Yep,

    Jika dilihat dari kasus start-up di Indonesia memang dengan modal hampir NOL.
    Namun hal tersebut tidak identik dengan ‘irit’ juga lho, karena totally tergantung dengan siapa yang handle financial managementnya.
    Saya punya temen yang membuat start-up IT, modal hampir NOL dan revenue pada tahun ketiga melonjak tinggi namun karena pengelolaan keuangannya buruk maka beban operasi juga tidak dapat dikendalikan dan sekarang teman saya malah kesulitan. Padahal jika revenue nya dikelola dengan baik, menurut saya dapat diputer-puter lagi untuk mendapat keuntungan yang lebih besar :).

Comments are closed.

Comments are closed.