The Tipping Point Is Near!
Setidaknya sudah ada tanda dengan membengkaknya populasi facebooker. Bergesernya twitter dari konsumsi early adopters only menjadi konsumsi umum. Dan lebih jelas lagi, media mainstream sudah mengafirmasi media sosial dengan jalan memakainya sebagai jembatan untuk menghubungkan diri secara langsung dengan konsumen
Is It Real or Fad?
Tergantung dengan konteks yang Anda pakai. Untuk media sosial sendiri tentunya angka penggunaannya sudah bisa dijadikan patokan tak terbantahkan. Namun jika kita menggunakan konteks internet pada umumnya, tipping point sepertinya masih agak jauh di depan.
Untuk tipping point penggunaan internet, jika hanya mengambil sampel pengguna media sosial maka perkiraan posisi tipping point tidak akan bisa tepat. Media sosial hanya cocok untuk beberapa orang saja. Masih banyak profil penggunaan layanan lain yang belum terlengkapi.
Bagi saya, tipping point penggunaan internet baru bisa ditengarai jika sudah ada cukup banyak billboard yang memajang URL dan konsumen benar-benar mengunjunginya.
Potensi Apa Yang Tersimpan?
Setelah tahun lalu kita melewati tipping point untuk blog, dan kemudian microblogging dan media sosial tahun ini, tahun depan sepertinya akan jadi saat kemunculan tipping point untuk e-commerce.
Penyedia marketplace dan toko online sudah mulai bertaburan. Kini yang diperlukan adalah percikan api untuk membuat pengguna internet berbelanja gila-gilaan.
Jumlah pemakai media sosial saat ini dan akseleras pertumbuhannya membawa momentum perubahan pada apapun yang dilaluinya. Jika kita memang menginginkan e-commerce sebagai the next big thing maka kita harus mengarahkan kekuatan besar ini ke sana.
How To Make It Real?
Kemarin saya sempat membaca Kukuh Tw (Kronologger) ingin membangun semacam e-commerce platform di atas Facebook. Detilnya memang belum diungkap, namun saya rasa ini akan jadi ide bagus untuk menjadi tahap transisi dari social networking ke e-commerce. Apparently sudah ada beberapa orang yang mendahului Kukuh Tw, melakukan penjualan lewat stream Facebook.
Dalam transisi menuju e-commerce literate, ada satu poin yang masih harus dipikirkan. Teknologi tak akan terlalu jadi masalah. Yang paling krusial justru budaya. Budaya membeli offline selain terbentur ketiadaan payment gateway juga terbentur aksesibilitas. Aksesibilitas di sini bukan sekedar koneksi internet tapi justru pada currency dan volume transaksi.
Bisakan Anda melakukan transaksi e-commerce di bawah 50 ribu? Beberapa bank sudah membatasi nominal mininal transfer. Di sini micropayment tentunya akan bisa mengeliminasi masalah ini. Semakin kecil nilai transaksi yang bisa dilakukan, semakin cepat pula kultur online terbentuk.
Pulsa adalah salah satu currency yang under-utilized. Lagi-lagi terjadi karena ketiadaan gerbang pemroses pembayaran. Andai saja ada platform terbuka yang memfasilitasi mata uang berbentuk pulsa, tentunya akan segera menjamur bisnis-bisnis kecil di internet.
Menurut Anda, sudahkah tipping point berada di depan mata?
Foto oleh woodleywonderworks
11 thoughts on “The Tipping Point Is Near!”
Tipping point sudah. Apalagi banayk bank yang sudah mulai berlomba lomba menyediakan macam macam pre paid card.
Tapi aturan di BI memang masih belum mengakomodasi micropayment. Dan pulsa nggak bisa juga dijadikan alat pembayaran karena aturan BI ini. Bahwa pulsa tidak boleh dijadikan alat transaksi. And that’s why micropayment gateway wannabe macam indomog menconvertnya menjadi deposit, bukan uang.
Kedepannya kita menunggu kaspay dan semacamnya. mungkin kaspay bisa jadi solusi, when kaskus is a cult kulture penggunanya pun bisa membawa perubahan
Post Ini dalam konteks Indonesia kan? Karena tipping point ecommerce dalam konteks internet US/Eropa sudah ada sejak Web 1.0. Saya rasa problem utamanya di Indonesia masih di payment, yaitu kepeecayaan antara penjual dan pembeli. Kalau di operator telco, kendala penipuan dalam pembayaran diatasi dengan kartu prabayar. Ini memungkinkan karena pelanggan cuma punya 1 atau 2 nomor HP saja. Tapi di ecommerce pelanggan bisa belanja di ratusan toko, jadi sistim prabayar tidak masuk akal. Transfer BCA munfkin sekarang jadi de facto karena BCA bank terbesar. Tapi BCA pun bukan standar. Kartu Flazz untuk internet mungkin? Permudah PayPal untuk warga Indonesia? Dengan meledaknya mobile internet di Indonesia saya berharap ada terobosan dari Telkomsel/Indosat/dll untuk bikin standard pembayaran internet yang terintegrasi dengan tagihan telepon.
karena masalahnya trust so, pembeli harus lebih dulu mengenal seller, kalau bgtu tentu FJB / BlogCommerce rajanya. Sementara ecommerce.. hmm hope so
tipping point e-commerce? hmm.. kalo ditilik dari semakin banyaknya orang2 yang buka gerai elektronik melalui URL, mungkin bisa jadi sebuah indikasi nyata akan kejadian tersebut.. tapi yah, kekurangan dari e-commerce adalah unsur kepercayaan yang harus dibangun begitu mendasar akan transaksi yang terjadi..
jadi, tipping point e-commerce? hmm.. masih 2 taun lagi menurut saya
Bagaimana kabarnya kaskus-pay? jakpay.com?
Tipping point di negri ini akan hadir dengan warnanya sendiri. lagi lagi karena culture
Klo tipping point buat e-commerce blom, klo buat e-talase alias majang dagangan sih iya. Berasa kayak kongkow di mall. Liat – liat barang, cek harga, capek muter2 tapi ndak beli.
TCash nya telkom*el kyk bisa jadi alternatif pembayaran dibawah 50 rb (pakek pulsa?) *kalo gak salah*, tapi ya ituh cuma buat yg punya nomor telkom*el nya aja
kesulitan menggunakan pulsa adalah seperti komentar saya awalnya. Merchant tidak bisa mengkonversinya menjadi uang karena masalah peraturan BI (terakhir saya dengar dari orang Indosat).
Sementara e-commerce dan toko online yang banyak adalah dimiliki oleh individu yang sulit bekerjasama dengan bank besar dalam level yang sama… so… let’s wait and see or do what we can
tipping point tak sekedar bisnis tetapi SPIRITUAL
Comments are closed.