Tahun E-Commerce Juga?

Tahun E-Commerce Juga?

Topik payment gateway di FreSh semalam di IDS benar-benar menggugah. Membuka mata bahwa ada sekian banyak payment gateway yang tersedia dan siap dipakai oleh siapa saja, termasuk startup.

Telco Is In The Haus

Dari sekian banyak payment gateway, sebagian besar diinisiasi oleh Telco. Make sense karena berurusan dengan Bank bukan perkara mudah. Anda harus unjuk gigi supaya bisa punya bargaining power. Plus kita harus punya cukup resource untuk mengurusi perkara legal, pe rsyaratan integrasi dan juga urusan teknis. Untuk ukuran startup yang masih bermasalah dalam hal finansial hal ini susah untuk dipenuhi.

Munculnya pemain dari Telco seperti jadi blessing buat kita semua. Secara finansial, Telco pastinya lebih punya kemampuan untuk membuat payment gateway. Begitu juga untuk urusan bargaining power. Bank yang mungkin sebelumnya masih agak ogah-ogahan untuk terjun ke dalam urusan  payment gateway akan termotivasi. Dan dengan adanya kasus yang riil, policy dari BI juga akan turut terevisi. Yang belum terakomodasi akan segera dibuat dan yang belum bulletproof akan disempurnakan.

It’s All About Wallet, and Phone Number

Pulsa memang tidak diperbolehkan untuk dipakai sebagai alat jual beli, kecuali untuk layanan lain dalam satu kerangka besar produk. Oleh karena itu model e-wallet menjadi pilihan penyelenggara payment-gateway ini. Pengguna diwajibkan mengisi e-wallet-nya dengan transfer antar rekening atau cara lain. Satu di antara beberapa penyelenggara payment gateway ini ada yang memakai sejenis virtual account sehingga sewaktu mendaftar kita akan memperoleh nomer yang bisa kita jadikan rekening tujuan transfer di bank.

Sementara itu, cara transaksinya hampir seragam. Nomer hape dijadikan nomer ‘rekening’ sekaligus juga sarana klarifikasi transaksi. Apa bedanya dengan mobile banking? Bedanya adalah kita bertransaksi dengan merchant langsung, bukan transfer antar rekening. Dan levelnya juga bisa mikro. Transaksi terkecil dibatasi oleh ongkos pengiriman notifikasi. Ini adalah variasi dari satu product payment gateway.

Who Can Use It?

CMIIW, berbagai model payment-gateway ini tidak ada yang mirip Paypal. Terutama yang memudahkan siapa saja untuk mendaftar dan melakukan transaksi antar pengguna. Sejauh yang bisa saya tangkap, payment gateway ini hanya menfasilitasi Business to Consumer. Jadi Anda tidak bisa memakainya untuk membayar ongkos desainer  memperbaiki CSS atau membuat logo. Dan Anda kemungkinan besar juga tidak bisa mencairkan kembali dana dari e-wallet Anda. Beberapa kekurangan ini kemungkinan besar muncul dalam rangka mengakomodasi tuntutan keamanan dan kemudahan pemrosesan.

Dari segi merchant juga tak banyak berbeda. Tanpa nama yang agak besar rasanya akan sulit untuk mendatangi salah satu penyedia kemudian meminta integrasi dengan payment gateway. Ini salah satu kelemahannya.Tiap registrasi masih memerlukan campur tangan yang cukup banyak dari pihak penyedia payment gateway. Prosesnya tidak bisa instan dan terotomatisasi. Lagi-lagi isu keamanan transaksi yang jadi pikiran utama.

In the end of this tunnel, a beautiful rainbow awaits us

Semoga saja isu-isu ini hanya bersifat sementara. Seiring dengan waktu, implementasi dan infrastruktur payment gateway akan menjadi semakin baik. Pihak bank selaku institusi keuangan, pihak pemerintah selaku regulator dan juga kultur konsumen akan semakin siap. The good news is that we don’t need to spend much. The big guys akan saling menekan dan mendorong terwujudnya ekosistem e-commerce. Modal konsumen hanya say yes pada e-commerce dan payment gateway, serta membentuk opini publik. Pihak merchant juga tak peru bersusah payah. The big guys will come after you. Mereka akan mengetuk pintu dan mempersilahkan Anda untuk bergabung. Di sinilah peran merchant untuk bersuara dan turut mendorong ekosistem e-commerce yang lebih kondusif dan implementasi payment gateway yang applicable.

So, tahun ini juga bakal jadi tahun e-commerce Indonesia?

10 thoughts on “Tahun E-Commerce Juga?

  1. menarik sebenarnya tetapi yg hrs ditanyakan adalah seberapa besar kepercayaan masyarakat indonesia dalam menggunakan cara pembayaran yg alternatif selain dengan uang yg real.
    Dalam pekerjaan saya sungguh sulit untuk meyakinkan masyarakat umum tentang aman dan mudahnya menggunakan paypal *sigh*

    1. Kalau saya malah males liatin flow yg kmarin dipamerkan di acara fresh… jadi semakin males makenya juga. sementara edukasi pemakaian paypal, jangan banyak berharap selama pengguna nya blm online

  2. hmm.. saya juga pernah terpikir mengapa pulsa tidak dijadikan “e-currency” untuk bertransaksi saja, secara penggunaannya mudah: top up rekening? tinggal beli pulsa yang dimana2 tersedia. no-telp pun lebih personal.

    benarkah ada regulasi yang mengatur bahwa pulsa tidak boleh dijadikan alat pembayaran? interesting.

  3. @Fikri, Mas @zuhed kemarin memang cerita kalau Pulsa bukanlah currency pembayaran, karena nilai Pulsa yang variasi tidak menentu (misal: bayar 40rb dapat 50rb + bonus SMS + dll). Jadi Bank Indonesia tidak mengizinkan Pulsa sebagai currency.

    Selain yang sharing di FreSh kemarin, masih banyak lagi yg masuk ke ladang bisnis ini. Ada KasPay yang sebetulnya kemarin sudah kami minta untuk sharing tapi merasa belum siap. Ada lagi keluarannya Plasa.com (juga dari Telkom). Nah kalau untuk ini, tanya saja ke penulis blog ini. Dia lebih tahu huehehehe…

  4. Daripada payment gateway yg menambah birokrasi mekanisme pembayaran, saya lebih berharap ada suatu lembaga (atau mungkin asuransi) untuk transaksi online. Jadi dengan transfer bankpun terasa lebih aman. Jika ada apa2 (seller wanprestasi misalnya), ada pihak yg bersedia mengganti/mengurus segala sesuatunya. E-commerce problemnya di trust. Jika ada garansi lembaga yg kompeten, hati tenteram, mo bayar dengan model apa aja ga sulit2 amat sebenarnya. Coba deh pemilik portal jual beli itu nyoba kerjasama dgn asuransi ternama, yg pgn belanja mungkin ga akan ragu2 lagi untuk bertransaksi.

  5. Dear all..
    Hmm.. lama saya ngikutin topik demi topik di Navinot ini, selama ini hanya saya perhatikan saja.. sekarang saatnya saya comment!! (halah..lebay banget :P)

    Belakangan ini, saya memang sedang melakukan kajian terhadap dunia e-commerce Indonesia.. Dan, berdasarkan dari kajian saya, memang dunia e-commerce di Indonesia memerlukan suatu alat bayar virtual yang aman sekaligus nyaman..

    Nah, sekarang pertanyaannya.. alat bayar seperti apa?? Seperti Paypalkah? Seperti Click n Buy kah?? apakah yang dibutuhkan merchant sama dengan kebutuhan buyer?? dan terakhir selalu berujung pada pertanyaan seberapa banyak transaksi yang akan digenerate?? (Soalnya saya bekerja diperusahaan IT berbasis transaksional)..

    Belakangan saya berusaha meyakinkan bos saya bahwa ini adalah lahan yang “basah” bagi perusahaan.. Tapi selalu saja saya mentok di masalah data.. (kadang sudah ada data tapi dibilang masih belum valid.. bahkan saya pernah printscreen artikel di Navinot ini dan saya tunjukkan ke bos saya).. [sori, curhat dikit :D]

    Hmm.. mungkin temen2 bisa bantu saya?? Supaya suatu saat bisa lahir suatu produk yang bisa mendukung geliat industri e-commerce di Indonesia…

    Regards..

  6. hhmm memang artikel yang menarik untuk di bahas, 🙂
    Menurut saya memang masalah kepercayaan terhadap uang alternatif yang masih menjadi momok besar bagi masyrakat kita. Apalagi keadaan perekonomian kita sedang hiruk pikuk , pelu mewaspadai pengeluaran yang tidak jelas 😀

Comments are closed.

Comments are closed.