9 Cara UKM Melihat Social Media

9 Cara UKM Melihat Social Media

Siapapun Anda, entah freelancer atau start-up owners, yang pernah menawarkan jasa atau layanan kepada barisan UKM, tentunya akan mengalami hal-hal yang sama. Yang intinya pebisnis UKM secara umum, terutama yang sudah mapan, menunjukan tanda-tanda kurangnya rasa tertarik, kepercayaan, pengertian, atau kepastian, bahwa UKM bisa mengambil keuntungan dengan memanfaatkan internet, atau khususnya social media.

Beberapa survey terakhir, meskipun dengan responden non-Indonesia, juga menunjukkan bahwa layanan seperti Twitter tidak begitu bermanfaat untuk bisnisnya.

Begitu juga dengan artikel terkahir di majalah InfoKomputer, tentang kiprah LewatMana dan Urbanesia, yang menunjukkan suatu persetujuan bahwa adanya tantangan besar untuk menawarkan layanan (web) kepada para UKM.

Dari beberapa pengalaman yang saya dapat di pasar, juga terdapat reaksi yang sama. Setelah dikumpulkan dan disaring, berikut adalah beberapa kesimpulan bagaimana UKM yang masih tradisional melihat peluang pemasaran lewat Internet, terutama dengan memanfaatkan social media.

1. Age Barrier – Simply too old too understand

Bagi pemilik bisnis yang sudah berumur dan sudah tidak lagi masuk dalam kategori pengguna internet, mereka cenderung tidak mengerti dan tidak mau tahu hal-hal baru berbau teknologi.

2. Branding is Not a Strategy

Dalam benak mereka, dan mungkin juga karena faktor pendidikan, branding bukanlah suatu strategi. Dalam dunia perdagangan, mereka selalu menganggap bahwa harga harus bersaing dan setelah itu layanan yang memuaskan. Bahkan beberapa berani menjawab, ketidakpedulian akan opini pelanggan, asal bisnis masih berjalan dan untung.

3. It’s a Waste of Time

Untuk belajar, atau bahkan memantau aktifitas di dunia maya, meskipun masih tentang bisnis mereka, yang dirasakan adalah membuang waktu. Waktu yang dialokasikan masih jauh berguna dengan mengangkat telpon dan menawarkan ke pelanggan-pelanggan yang sudah ada.

4. Higher Learning Curves

Walaupun sang pemilik sudah punya akun Facebook pribadi, bukan berarti sudah mahir dengan seluk-beluk Facebook. Untuk membuat halaman fan page di Facebook saja sudah kewalahan, dan berakhir dengan membuat akun Facebook pribadi untuk bisnisnya dengan setelan “private”. Masih mau lanjut dengan social media marketing? Hmm, I don’t think so!

5. No Instant Results

Sebagai pemilik bisnis, apalagi yang sudah mapan dengan omzet yang stabil, mereka enggan meninggalkan comfort zone mereka. Termasuk dengan metode atau trik marketing baru. Semua serba tradisional, entah lewat telpon, atau lewat koran bila mampu. Mereka menganggap bahwa social media marketing tidak ada hasilnya, atau setidaknya tidak bisa terasa langsung hasilnya.

6. No Audience / Direct Traffic

Beberapa juga berpikir bahwa pengguna internet Indonesia masih sedikit. Anggapan lain yang senada adalah kurangnya adopsi internet secara umum. Kedua alasan tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan akan internet dan social media yang benar. Mereka cenderung mengikuti tren dengan membuat profil perusahaan, yang kebanyakan juga ala kadarnya dan tidak dipasarkan secara umum.

7. Lack of Analytic

Kurangnya alat ukur, atau kurangnya pengetahuan tentang cara penggunaan alat ukur, juga menjadi penyebab. Seorang pemilik bisnis tidak bisa merasakan berapa banyak pengunjung yang datang ke toko maya-nya, tanpa alat ukur. Apa itu visitor? Apa itu pageviews?

8. No Online Marketing Know-How

Kurangnya pengetahuan tentang online marketing semakin membangun anggapan bahwa internet marketing itu tidak berguna. Dari situs yang saya buat, tidak banyak pengunjung, padahal sang developer sudah menjanjikan trik SEO handal yang sang pemilik sendiri tidak mngerti itu apa.

9. Lack of Social Proof

Seorang salesman akan lebih kesusahan untuk menjual barang yang belum mempunyai social proof, atau pengakuan secara umum. Bila dilihat secara umum, sangat jarang adanya kisah sukses pebisnis maya, yang diulas secara eksklusif oleh media massa. Tentunya ada pekecualian bagi J*** S***** dan A*** A****. 🙂

Yang jadi pertanyaan, apakah Anda bisa menjawab semua pertanyaan dan tantangan di atas, yang berkaitan dengan produk / layanan Anda dalam suatu sales pitch?! 🙂 Apakah sales team Anda bisa menjawab semua itu?

22 thoughts on “9 Cara UKM Melihat Social Media

    1. 9 Point di atas bukan hasil survey, cuman pengamatan di pasar aja.

      Kalo UKM nya sih berbagai bidang, kebanyakan yg masih diurus generasi tua yang payah. Tapi surprisingly, generasi muda juga sudah mulai adopsi, walaupun masih meraba-raba.

  1. tulisan yang menarik!

    IMHO…

    mungkin 9 hal diatas akan lebih dirasakan bagi mereka yang menawarkan jasa berbasis social media ke UKM off line, saya sendiri sempat mendirikan perusahaan off line dan mencoba mengaplikasikan social media..dan hell yeah..susah juga..

    terlebih karena ekosistem bisnis off line itu sendiri yang memang belum melek terhadap apa itu serta manfaat social media, kalau pun sudah ada yang menggunakan, ya itu tadi masih meraba-raba..

    poin paling penting menurut saya berkaitan dengan budaya bisnis UKM itu sendiri dan poin tentang no instant result, ini juga bisa jadi terjadi karena ‘kesalahan’ pemahaman tentang social media yang dianggap bisa mendatangkan keuntungan secara cepat, padahal gak juga, social media juga butuh proses dan sering kali merupakan strategi jangka panjang…

    2 tahun kedepan mungkin atau lebih cepat malah, social media sudah menjadi barang umum, mudah-mudahan 😀

  2. Ada tetangga saya yg berkata:
    Untuk apa mempromosikan produk di internet, sekarang tu yg nyata – nyata saja mas. Saya juga malu klo mempromosikan produk di Facebook, karna Facebook adlah tempat bermain anak – anak remaja.

    Lalu saya cm bisa diam dan berkata dalam hati: “Dasar Orang Tua”. 🙂

  3. Menurut saya sih, pemasaran bisnis offline via net menarik saat ada dlm 2 situasi. Pemasaran tradisional udah maksimal(djarum misalnya), atau terkendala memasarkan scr tradisional (minim relasi/minim anggaran/etc). Utk bisnis yg udah jalan dan jaringan udah terbentuk, memang riskan berspekulasi dgn net. Apa yg nampak menarik bagi produk ownwer dan konsumen, blm tentu menarik bg reseller. Salah2, reseller ngambeg, nda mo jual prod kita n milih prod pesaing, malah repot. Setiap orang memandang sesuatu dari sisi bisnisnya masing2.

  4. Nggak semua produk (teutama UKM) cocok berpromosi melalui social media marketing (SMM). Bisa jadi malah bermain search engine marketing (termasuk SEO) menjadi lebih tepat. Beberapa teman pemain SEO di Jakarta menjadikan ini sebagai ladang bisnis mereka. Mereka menyebut dirinya infopreneur. Bahkan ada seseorang yang mendapatkan penghasilan lumayan dengan berjualan kambing untuk aqiqah dengan SEO. Silakan googling “kambing aqiqah” dan Anda akan menemukan beberapa blog yang semua contact person berupa nomor telepon ke dia atau temannya. Mungkin para UKM harus bekerja sama dengan mereka kalau ingin mencoba berjualan online?

  5. Kayaknya bukan hanya “UKM tradisional” yang mengalami masalah2 di atas, semua perusahaan, besar-kecil, kalo ada embel-embel “tradisional” ya awam SM 🙂

  6. saat ini saya bekerja di sebuah web developer,
    saya pernah menawarkan pembuatan web ke UKM maupun perusahaan yang sudah lumayan,
    tapi respon dari mereka sangat kurang,
    persis dengan poin 1,3,6
    padahal saya sudah bilang kalau web sebagai sebuah sarana untuk berpromosi secara terus menerus,
    memang sulit untuk meninggalkan cara berpromosi secara offline.

  7. Memang suka sedih sih melihat UKM (atau bisnis besar juga)yang menganggap pasang iklan di koran (berjuta2) lebih effektif daripada menginvest waktu di social media apalagi sebetulnya berpartisipasi lewat social media ini gratis, seperti urbanesia.

    Tapi saya yakin bila suatu social media bisa membuat UKM ini terjangkau oleh target audience mereka yang pengguna internet khususnya mereka yang berumur 20-40 tahun, benefit ini akan menjadi word of mouth dan menjadi jawaban untuk nomor 9 dengan sendirinya tanpa perlu sales person.

  8. No Instant Results
    Kayaknya yg ini, online marketer indonesia perlu membuat solusi yg current bukan menjual future.

    No Audience / Direct Traffic – “Mereka cenderung mengikuti tren dengan membuat profil perusahaan” beberapa client saya pun yang bisa dikatakan sudah besar masih melihat web adalah profile.. it’s about me. Sayangnya iklim social web berkata lain.

  9. Age Barrier….. nie yang paling sering saya temuin, en paling ngeselin biasanya. Kadang malah ada beberapa yang keras kepala dengan kemauannya yang kesana-kemari tentang penggunaan teknologi terutama internet tanpa setidaknya memahami sedikit tentang teknologi yang sesuai dengan keinginan mereka, hasilnya malah jadi amburadul dan tidak sesuai dengan konsep awal.

  10. @ Penulis : setelah membaca artikel ini, timbul pertanyaan di kepala saya.
    Seberapa pentingkah social media bagi UKM?
    Apa manfaat yang didapat oleh UKM jika menggunakan social media?
    Apakah ada resiko? Jika ya, seperti apa sih resikonya?

  11. kalau punya komunitas yg pas, oke kok buat jualan. di kalangan ibu ibu rumah tangga yg gemar main farmville, ada kok bebrapa ibu yg jualan liwat internet rumahan, jualannya dari jilbab, sepatu, baju anak, mainan edukasi.

    jual liwat fesbuk, sambil ngobrol dan dolanan farmville bareng, sekalian ceritain barang dagangan, digiring ke foto produk di fesbuk, transaksi online, barang dikirim liwat tiki.

  12. klo dari pengalaman saya, pengusaha UKM itu kebanyakan tidak mau menambah beban lagi, soalnya semuanya serba dikerjakan sendiri jadi it’s a waste time. Trus yang paling penting ketika menawarkan ke mereka kita harus tau dulu kebutuhannya apa,
    Yang paling mendasar di mereka adalah cash flow, berarti sekarang yang dibutuhkan adalah bagaimana barang mereka cepat laku dijual (terjadi perputaran uang), yang ditawarkan ke mereka jangan branding, tapi langsung bagaimana generate sales dari Social media dengan KPI misalnya dalam waktu tertentu omset mereka naik sekian persen. Tapi kaya gini biasanya masih terjadi penolakan karena biasanya ga mau ngeluarin duit dulu (mending uangnya diputarin buat yang dah pasti) sistemnya bisa aja tawarkan kita yang ngelolala dulu (pembuktian, tunjukin loe bisa) dengan skema bagi hasil.
    Memang butuh edukasi, dan caranya harus dengan pola fikir mereka.

    jangankan yang tua2 yang muda jebolan luar negeri dan sudah melek dengan internet pun terkadang pola fikirnya masih seperti itu

  13. wah yang terakhir itu.. ahuahaua bikin ngakak.. pake disensor 😆 😆

    yahh tapi bagaimanapun juga harus bisa membuktikan sih… :mrgreen:

  14. Ternyata masih belum siap ya.., Memang perlu usaha keras untuk merubah trend UKM.

    Mengingatkan saya pada sebuah buku lama yang berjudul.. saya lupa :P. Klo tidak salah bukunya best seller tentang usaha dari nol. Intisari dari buku tersebut menceritakan untuk berbisnis aman di bidang sandang, pangan dan pendidikan serta jangan sok ikut2an IT karena negara kita belum siap ditambah lagi dengan banyaknya perusahaan2 IT yang bangkrut di era tahun 2000an. Entahlah, mungkin sudah banyak pelaku UKM yang sudah terpengaruh oleh buku tersebut.

    Setuju dengan aprillans, bagaimanapun juga memang butuh pembuktian.. 😀

  15. persepsi Branding is Not a Strategy ini yang sering sy hadapi. jadi harus memberikan banyak penjelasan dulu baru mereka pesanlogo. 🙂

  16. justru dengan 9 point diatas itulah, kesempatan bagi mereka yang sudah aware hehe kesempatan dalam kesempitan pikiran orang..
    well…online and social media are work with me 🙂

Comments are closed.

Comments are closed.